Jumat pukul 05.00 di Denpasar. Seorang convoyer pengawal burung sibuk membuka penutup boks terbuat dari papan kayu. Begitu boks terbuka, bak anak panah lepas dari busur, 100 merpati pos melesat ke angkasa, membelah langit yang masih kemerahan. Mereka berlomba adu cepat menuju Jakarta, 1.500 km dari pulau Dewata itu. Minggu, 2 hari berikutnya, Budi Jahja yang menyertakan 20 merpati posnya dalam lomba itu menanti dengan tak sabar di farm-nya sejak pukul 06.00. Kegelisahan terpancar di raut mukanya. “Saya yakin jagoan saya tiba hari ini,” ujar direktur pabrik sepatu Yamahato. Setelah 3 jam menanti, rutinitas mendongak ke langit akhirnya berbuah manis. Lima ekor merpati miliknya terbang beriringan memutari farm. Secara bersamaan mereka menukik ke kandang masing-masing. Hobiis di Jembatanlima, Jakarta Barat, itu segera menangkap para jago terbang itu.
Cincin biru yang ada di kaki kanan mereka dicopot satu per satu, lalu dimasukkan ke lubang jam burung Benzing. Kelak, jam dan cincin karet yang khusus diimpor dari Belgia itu menjadi pertanda penentu juara. Jam dengan 25 lubang itu selalu berputar seperti jam biasa. Begitu cincin karet dimasukkan ke lubang, maka secara otomatis pada cincin tertera waktu, jam, menit, dan detik. Jadi, waktu kedatangan burung sama sekali tidak bisa direkayasa. Dari 20 merpati pos Columbidae sp yang diikutsertakan pada acara Langlang Buana tersebut, sejumlah 10 ekor miliknya lenyap di jalan. Nasib beruntung dialami Bob Pandahan. Pemilik showroom mobil mewah di Batuceper itu mengirim 20 andalannya ke Bali, dan semuanya kembali.
Merpati Paling Cepat
Minggu itu pula, pukul 8 malam 16 hobiis yang mengikutsertakan merpatinya berkumpul di markas Langlang Buana sambil menenteng jam burung. Di tempat itu semua jam dibuka bersamaan. Satu per satu cincin dikeluarkan. Waktu kedatangan burung yang tercetak di cincin dicatat. Akhirnya, si Petir milik Budi Jahja dinobatkan sebagai pemenang. Burung itu mencatat rekor tercepat pulang ke kandang. Di kontes itu Bob Pandahan tidak mampu mengukir prestasi. Pasopati, jagoan yang diunggulkan ternyata telat masuk kandang. Merpati kelabu itu pulang pada keesokan hari, sehingga didiskualifikasi.
Setahun silam ia meraih predikat juara. Kendati kalah, Bob senang lantaran 20 jagoannya pulang. “Kepulangan mereka ke rumah saja sudah sangat membanggakan,” kata pengurus Langlang Buana itu. Selain agenda rutin Langlang Buana, Perkumpulan Olahraga Merpati Pos Seluruh Indonesia (POMSI) juga menyelenggarakan Presiden Cup setahun sekali. Penerbangan burung 4 kali, jarak terjauh Ruteng, Sumbawa, ke Jakarta. “Lomba itu sangat bergengsi untuk mengadu cepat sang burung,” imbuh penasehat POMSI itu. Bahkan, di luar negeri, seperti Belgia, Taiwan, Belanda, dan Afrika ada olimpiade merpati pos. Hadiahnya pun tak tanggung-tanggung, sekitar US$l-juta.
Hadiah Jutaan Rupiah
Main merpati pos memang mengasyikkan. “Rasanya sulit berpaling ke hobi lain. Apalagi kalau sudah punya jagoan,” kata Tody Soentoro. Wajar bila pengusaha mesin bubut di Tangerang itu setia 20 tahun beternak merpati pos. Kebanyakan hobiis merpati pos merupakan penggemar sejati. Tak ada harapan untuk meraup untung. “Kalau rugi iya. Boleh dibilang hobi mahal,” tutur Bob. Untuk beli induk juara saja mesti merogoh kocek puluhan juta, apalagi induk asal Belgia hingga ratusan juta. Itu belum termasuk biaya perawatan, seperti pakan, obat, dan tenaga kerja. Risiko hilang besar, bisa mencapai separuh.
Contohnya Budi Jahja. Di lomba itu ia harus merelakan sekitar Rp5-juta gara-gara 10 ekor merpatinya lenyap di perjalanan. Seekor merpati pos siap lomba berharga Rp500.000. Itu belum termasuk pendaftaran lomba. Biaya Bali-Jakarta Rp20.000/ekor. Pernah ia mengikutkan 100 burung, berarti ia harus menyetor Rp2-juta. Sadikun, hobiis di Tomang, Jakarta Barat pun mengalami hal serupa. “Dari 20 jagoan yang ikut, paling 5 ekor saja yang pulang. Kalau dinilai uang mencapai Rp6-juta-an,” ujar pemain merpati pos selama 20 tahun itu. Meski begitu ia tetap beremain merpati pos. “Ada kebanggaan tersendiri bila sang jagoan pulang kandang,” imbuhnya.
Merpati Dan Magnet
Banyak orang menganggap merpati pos sama dengan merpati balap. Padahal tidak. Burung yang sudah dilombakan sejak peradaban mesir itu dulu memakai carrier pigeon dari Timur Tengah. Cuma, kemampuan jarak terbang hanya 200 km, sehingga para penggemar mencari yang lebih tangguh. Muncullah modern racing homer temuan orang Belgia. Ia silangan carrier pigeon dengan beberapa strain yang lebih kuat. Tampangnya manis, warna abu-abu bercorak hitam.
Strain modern itu dikarunia tulang keras dengan bulu sayap dan ekor panjang yang kuat. Sebuah sosok ideal untuk terbang jauh. Insting mengenali kandang sangat kuat. Tak heran ia mampu pulang kandang kendati terbang ratusan, bahkan ribuan kilometer. Letak tenggeran tempat nangkring saja dihafalnya. Kemampuan itu didukung mata yang tajam. Dari hasil penelitian, mata merpati pos memiliki jaringan kecil berbentuk lempengan mini yang disebut magnette.
Bentuknya mirip kompas sederhana. Jaringan itulah yang mendeteksi variasi kekuatan medan magnet bumi. Kendati cara kerja detektor itu sulit dibuktikan, suatu penelitian menunjukkan seekor merpati pos dikalungi magnet tak dapat pulang. Ketika tanpa lempengan magnet ia berhasil pulang. Secara ilmiah keajaiban merpati pos masih diperdebatkan hingga sekarang. Tanpa latihan saja burung bisa pulang. “Suatu misteri yang belum terungkap,” kata Bob yang sudah 25 tahun main merpati pos. Terbang ribuan kilometer sudah pasti menyita tenaga. Di perjalanan ia pasti istirahat melepas lelah. “Kalau dilepas di Surabaya, biasanya burung transit di Pekalongan. Itu bisa dibuktikan dari cerita penduduk di sana yang kerap menangkap merpati bercincin di sawah atau pohon tinggi. Kemungkinan di lokasi itulah ia beristirahat sementara,” kata Bob.
Kalau perjalanannya lancar ia bakal balik kandang. Lain cerita jika di tengah jalan angin bertiup kencang. Atau hujan deras mengguyur bumi. Akibatnya burung bisa saja kehilangan arah. Itu masih mending. Yang menyedihkan bila di tengah jalan ia disergap alap-alap pemangsa merpati. Lenyaplah merpati pos kebanggaan senilai ratusan ribu hingga jutaan rupiah itu.
Jumat pukul 05.00 di Denpasar. Seorang convoyer pengawal burung sibuk membuka penutup boks terbuat dari papan kayu.
Begitu boks terbuka, bak anak panah lepas dari busur, 100 merpati pos melesat ke angkasa, membelah langit yang masih kemerahan. Mereka berlomba adu cepat menuju Jakarta, 1.500 km dari pulau Dewata itu. Minggu, 2 hari berikutnya, Budi Jahja yang menyertakan 20 merpati posnya dalam lomba itu menanti dengan tak sabar di farm-nya sejak pukul 06.00. Kegelisahan terpancar di raut mukanya. “Saya yakin jagoan saya tiba hari ini,” ujar direktur pabrik sepatu Yamahato. Setelah 3 jam menanti, rutinitas mendongak ke langit akhirnya berbuah manis.
Lima ekor merpati miliknya terbang beriringan memutari farm. Secara bersamaan mereka menukik ke kandang masing-masing. Hobiis di Jembatanlima, Jakarta Barat, itu segera menangkap para jago terbang itu. Cincin biru yang ada di kaki kanan mereka dicopot satu per satu, lalu dimasukkan ke lubang jam burung Benzing. Kelak, jam dan cincin karet yang khusus diimpor dari Belgia itu menjadi pertanda penentu juara. Jam dengan 25 lubang itu selalu berputar seperti jam biasa.
Begitu cincin karet dimasukkan ke lubang, maka secara otomatis pada cincin tertera waktu, jam, menit, dan detik. Jadi, waktu kedatangan burung sama sekali tidak bisa direkayasa. Dari 20 merpati pos Columbidae sp yang diikutsertakan pada acara Langlang Buana tersebut, sejumlah 10 ekor miliknya lenyap di jalan. Nasib beruntung dialami Bob Pandahan. Pemilik showroom mobil mewah di Batuceper itu mengirim 20 andalannya ke Bali, dan semuanya kembali.
Merpati Paling Cepat
Minggu itu pula, pukul 8 malam 16 hobiis yang mengikutsertakan merpatinya berkumpul di markas Langlang Buana sambil menenteng jam burung. Di tempat itu semua jam dibuka bersamaan. Satu per satu cincin dikeluarkan. Waktu kedatangan burung yang tercetak di cincin dicatat. Akhirnya, si Petir milik Budi Jahja dinobatkan sebagai pemenang. Burung itu mencatat rekor tercepat pulang ke kandang. Di kontes itu Bob Pandahan tidak mampu mengukir prestasi. Pasopati, jagoan yang diunggulkan ternyata telat masuk kandang. Merpati kelabu itu pulang pada keesokan hari, sehingga didiskualifikasi. Setahun silam ia meraih predikat juara.
Kendati kalah, Bob senang lantaran 20 jagoannya pulang. “Kepulangan mereka ke rumah saja sudah sangat membanggakan,” kata pengurus Langlang Buana itu. Selain agenda rutin Langlang Buana, Perkumpulan Olahraga Merpati Pos Seluruh Indonesia (POMSI) juga menyelenggarakan Presiden Cup setahun sekali. Penerbangan burung 4 kali, jarak terjauh Ruteng, Sumbawa, ke Jakarta. “Lomba itu sangat bergengsi untuk mengadu cepat sang burung,” imbuh penasehat POMSI itu. Bahkan, di luar negeri, seperti Belgia, Taiwan, Belanda, dan Afrika ada olimpiade merpati pos. Hadiahnya pun tak tanggung-tanggung, sekitar US$l-juta.
Hadiah Jutaan Rupiah
Main merpati pos memang mengasyikkan. “Rasanya sulit berpaling ke hobi lain. Apalagi kalau sudah punya jagoan,” kata Tody Soentoro. Wajar bila pengusaha mesin bubut di Tangerang itu setia 20 tahun beternak merpati pos. Kebanyakan hobiis merpati pos merupakan penggemar sejati. Tak ada harapan untuk meraup untung. “Kalau rugi iya. Boleh dibilang hobi mahal,” tutur Bob. Untuk beli induk juara saja mesti merogoh kocek puluhan juta, apalagi induk asal Belgia hingga ratusan juta. Itu belum termasuk biaya perawatan, seperti pakan, obat, dan tenaga kerja. Risiko hilang besar, bisa mencapai separuh.
Contohnya Budi Jahja. Di lomba itu ia harus merelakan sekitar Rp5-juta gara-gara 10 ekor merpatinya lenyap di perjalanan. Seekor merpati pos siap lomba berharga Rp500.000. Itu belum termasuk pendaftaran lomba. Biaya Bali-Jakarta Rp20.000/ekor. Pernah ia mengikutkan 100 burung, berarti ia harus menyetor Rp2-juta. Sadikun, hobiis di Tomang, Jakarta Barat pun mengalami hal serupa. “Dari 20 jagoan yang ikut, paling 5 ekor saja yang pulang. Kalau dinilai uang mencapai Rp6-juta-an,” ujar pemain merpati pos selama 20 tahun itu. Meski begitu ia tetap beremain merpati pos. “Ada kebanggaan tersendiri bila sang jagoan pulang kandang,” imbuhnya.
Merpati Dan Magnet
Banyak orang menganggap merpati pos sama dengan merpati balap. Padahal tidak. Burung yang sudah dilombakan sejak peradaban mesir itu dulu memakai carrier pigeon dari Timur Tengah. Cuma, kemampuan jarak terbang hanya 200 km, sehingga para penggemar mencari yang lebih tangguh. Muncullah modern racing homer temuan orang Belgia. Ia silangan carrier pigeon dengan beberapa strain yang lebih kuat. Tampangnya manis, warna abu-abu bercorak hitam.
Strain modern itu dikarunia tulang keras dengan bulu sayap dan ekor panjang yang kuat. Sebuah sosok ideal untuk terbang jauh. Insting mengenali kandang sangat kuat. Tak heran ia mampu pulang kandang kendati terbang ratusan, bahkan ribuan kilometer. Letak tenggeran tempat nangkring saja dihafalnya. Kemampuan itu didukung mata yang tajam. Dari hasil penelitian, mata merpati pos memiliki jaringan kecil berbentuk lempengan mini yang disebut magnette. Bentuknya mirip kompas sederhana.
Jaringan itulah yang mendeteksi variasi kekuatan medan magnet bumi. Kendati cara kerja detektor itu sulit dibuktikan, suatu penelitian menunjukkan seekor merpati pos dikalungi magnet tak dapat pulang. Ketika tanpa lempengan magnet ia berhasil pulang. Secara ilmiah keajaiban merpati pos masih diperdebatkan hingga sekarang. Tanpa latihan saja burung bisa pulang. “Suatu misteri yang belum terungkap,” kata Bob yang sudah 25 tahun main merpati pos. Terbang ribuan kilometer sudah pasti menyita tenaga. Di perjalanan ia pasti istirahat melepas lelah. “Kalau dilepas di Surabaya, biasanya burung transit di Pekalongan.
Itu bisa dibuktikan dari cerita penduduk di sana yang kerap menangkap merpati bercincin di sawah atau pohon tinggi. Kemungkinan di lokasi itulah ia beristirahat sementara,” kata Bob. Kalau perjalanannya lancar ia bakal balik kandang. Lain cerita jika di tengah jalan angin bertiup kencang. Atau hujan deras mengguyur bumi. Akibatnya burung bisa saja kehilangan arah. Itu masih mending. Yang menyedihkan bila di tengah jalan ia disergap alap-alap pemangsa merpati. Lenyaplah merpati pos kebanggaan senilai ratusan ribu hingga jutaan rupiah itu.