Analisis Faktor Produksi Pabrik Gula Kebon Agung Malang

  • 15 min read

ABSTRACT

Kebon Agung sugar factory constitutes one of factory in East Java which supplies sugar national necessity , where is about 90 percent technology consist of machines for sugar production in this factory has been renewed. But, sugar production in Kebon Agung has reached optimally yet because its production factor as raw material, factory management, human resources, and technology is still not managed optimally yet. It causes low rendemen’s potency, labour inneficiency, and trouble on its machine performances cause height stop hour mill, so sugar factory can’t reach mill capacity.

In increasing effort of sugar production, need acknowledged factor which is influencing sugar production significantly, with Cobb Douglass analysis. On result analysis can be known that influencing factor of sugar production significantly is the amount of sugarcane, rendemen, and labour. While technology that detected by stop hour mill machines shows not significant influencing. To know factory efficiency that shown by its production machines efficiency, done by overall recovery analysis and can be known that machines performance are still not efficient yet. Based on that condition, increasing effort of sugar production is needed.

It is balanced with government program, that is revitalization program of sugar factory, which aims to increase production and efficiency capacity, with compress material contain sugar loosing up to mill processing , optimalization management of factory, increasing total rendemen of sugar cane, and increasing technology to reach factory efficiency.

Keywords: Sugar, Sugar factory, Producton factor

ABSTRAK

Pabrik Gula Kebon Agung merupakan salah satu pabrik di Jawa Timur yang memasok kebutuhan gula nasional, dimana sekitar 90 persen teknologi yang mencakup mesin-mesin untuk produksi gula pada pabrik ini telah diperbarui. Namun, produksi gula pada PG.

Kebon Agung belum mencapai optimal karena faktor-faktor produksinya seperti bahan baku, manajemen pabrik, sumberdaya manusia, serta teknologi masih belum dikelola dengan baik. Hal ini menyebabkan potensi rendemen rendah, inefisiensi tenaga kerja, dan gangguan pada kinerja mesin-mesinnya yang menyebabkan tingginya jam berhenti giling, sehingga pabrik gula tidak mampu mencapai kapasitas giling. Berdasarkan kondisi tersebut perlu dilakukan upaya peningkatan produksi gula.

Dalam upaya peningkatan produksi gula tersebut, perlu diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi gula secara signifikan, yaitu dengan analisis Cobb-Douglass. Pada hasil analisis dapat diketahui bahwa faktor yang mempengaruhi produksi gula secara signifikan adalah jumlah tebu, rendemen, dan tenaga kerja.

Sedangkan teknologi yang dideteksi dengan jam berhenti giling mesin menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan. Untuk mengetahui efisiensi pabrik yang tercermin dalam efisiensi mesin-mesin produksinya, dilakukan analisis overall recovery dan dapat diketahui bahwa kinerja mesin-mesinnya masih belum efisien. Dari kondisi tersebut, perlu dilakukan upaya optimalisasi faktor produksi dan efisiensi pabrik untuk meningkatkan produksi gula.

Hal ini sejalan dengan program pemerintah, yaitu program revitalisasi pabrik gula yang bertujuan meningkatkan kapasitas produksi dan efisiensi, dengan menekan tingkat kehilangan material mengandung gula selama pengolahan (giling), optimalisasi manajemen pabrik, meningkatkan jumlah rendemen tebu, pengelolaan tenaga kerja yang optimal dan peningkatan teknologi untuk mencapai efisiensi pabrik. Kata kunci : Gula, Pabrik gula, Faktor Produksi

PENDAHULUAN

Gula sebagai hasil dari pengolahan tebu merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat dan sumber kalori yang relatif murah. Komoditas gula sangat penting, terutama sebagai suplemen utama bahan pangan. Namun dalam hal ini, masih terdapat kendala yang dihadapi industri gula dalam negeri. Menurut Nahdodin (1992), ada beberapa masalah yang berkenaan dengan pergulaan di Indonesia, yaitu:

  1. (i) produksi dalam negeri yang relatif belum mantap untuk mencukupi dalam rangka menjamin kemantapan harga,
  2. (ii) produksi gula yang bersifat musiman dengan jumlah pabrik gula yang lebih banyak di pulau Jawa,
  3. (iii) konsumen gula yang cenderung meningkat dari waktu ke waktu dan
  4. (iv) pemasaran gula yang memerlukan biaya tinggi. Dengan adanya kendala-kendala tersebut, menyebabkan kebutuhan gula Indonesia belum dapat terpenuhi.

Pabrik gula mempunyai peranan yang sangat penting dalam memproduksi gula karena merupakan tempat berlangsungnya proses pengolahan tebu menjadi gula. Namun, sebagian besar pabrik gula (PG) di Jawa menghadapi kendala dalam memproduksi gula sehingga impor gula masih dilakukan.

Hal ini dapat disebabkan karena faktor-faktor produksinya yang belum dikelola dengan baik sehingga mempengaruhi produksi gula nasional. Produksi gula nasional sebagian besar berasal dari produksi gula di Jawa Timur. Hal ini ditunjukkan oleh Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Timur (2007), bahwa produksi gula Jawa Timur memberikan kontribusi terbesar bagi produksi gula nasional yang mencapai 2,31 juta ton (di atas 47 persen) pada tahun 2006.

Faktor Produksi

Pabrik gula memproduksi gula tebu menjadi gula pasir dengan cara mencairkan tebu menjadi air. Mencairkan tebu menjadi air akan membentuk larutan gula yang akan diproses lebih lanjut untuk menjadi gula pasir. Gula pasir akan didapatkan dengan cara mengendapkan larutan gula pada suhu rendah.

Pada proses ini, akan terbentuk gula cair dan gula kristal. Gula cair akan keluar dari larutan dan gula kristal akan mengendap. Gula kristal akan didapatkan dengan cara menghilangkan air dari gula cair. Gula kristal akan menjadi gula pasir yang siap untuk didistribusikan.

Faktor produksi pabrik gula meliputi:

    1. Tebu sebagai bahan baku
    1. Air sebagai bahan pencair
    1. Kapasitas pabrik
    1. Suhu pencairan
    1. Waktu pencairan
    1. Kecepatan pendinginan

Salah satu industri gula di Kabupaten Malang adalah Pabrik Gula Kebon Agung. Pabrik ini merupakan salah satu pabrik yang memasok produksi gula nasional dan masih bertahan dengan kondisi perekonomian khususnya sistem pergulaaan yang belum stabil, perubahan lingkungan dan perkembangan teknologi.

Berdasarkan data yang diperoleh dari PG. Kebon Agung, sebanyak sekitar 90 persen teknologi yang mencakup mesin-mesin produksi pada pabrik ini telah diperbarui, namun upaya rehabilitasi pada mesin-mesinnya belum dilakukan secara optimal, sehingga menyebabkan gangguan pada kinerja mesin-mesin dan proses produksi gula, sehingga menyebabkan potensi rendemen rendah.

Rendemen yang dicapai tiap periode giling berbeda, dan cenderung meningkat pada periode pertengahan. Hal ini disebabkan karena petani memanen tebu pada periode pertengahan giling. Pada periode tersebut, kemasakan tebu mencapai optimal, sehingga rendemen yang dihasilkan jugameningkat. Rendemen yang tinggi dihasilkan dari kualitas tebu yang prima.

Semakin banyak jumlah tebu berkualitas yang digiling ke pabrik, maka semakin tinggi rendemen yang dihasilkan. Jumlah tebu yang digilingkan ke PG. Kebon Agung mencapai rata-rata 95.198,97 ton/periode. Namun, rendemen yang dicapai masih belum mencapai standar yang ditetapkan pabrik, yaitu 8 persen. Rata-rata rendemen yang mampu dicapai pabrik adalah 7,46 persen.

Selain jumlah tebu dan rendemen, teknologi juga mempengaruhi produksi gula. Dalam hal ini, teknologi dideteksi dengan jam berhenti giling. Rata-rata jam berhenti giling pada PG. Kebon Agung tinggi yaitu sebesar 41,56 jam, sehingga pabrik gula tidak mampu mencapai kapasitas giling. Kapasitas giling yang dapat dicapai sebesar 5.749,91 ton tebu/hari.

Padahal, apabila pabrik mampu meningkatkan efisiensinya, kapasitas giling maksimal yang mampu dicapai sebesar 7.800 ton tebu/hari dengan kapasitas produksi gula maksimal 624 ton/hari. Dengan kondisi tidak mencapai kapasitas giling, berdampak pada kapasitas produksi gula yang tidak optimal, yaitu sebesar 402,35 ton/hari.

Belum optimalnya produksi gula menyebabkan pemenuhan kebutuhan gula dalam negeri masih belum dapat tercukupi, sehingga impor gula masih terus dilakukan. Sedangkan pemerintah telah mentargetkan swasembada gula yang dituangkan dalam berita daerah Propinsi Jawa Timur No. 45 tahun 2006, untuk meningkatkan produksi gula nasional.

Dari uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah

  1. (i) Faktor-faktor produksi manakah yang belum dikelola secara optimal oleh pabrik gula Kebon Agung masih dan
  2. (ii) Sejauh mana tingkat efisiensi pabrik gula yang tercermin dalam overall recovery.

Sedangkan tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah

  1. (i) Menganalisis faktor- faktor produksi yang mempengaruhi produksi pabrik gula Kebon Agung dan
  2. (ii) Menganalisis efisiensi pabrik dengan pendekatan overall recovery pada pabrik gula Kebon Agung

Sagu tani merupakan salah satu komoditas pertanian yang cukup potensial di Indonesia. Selain memiliki cita rasa yang enak, sagu tani ternyata juga memiliki kandungan gizi yang tinggi. Berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh Balitbang Pertanian, sagu tani memiliki kandungan air sebesar 82,9%, protein sebesar 7,3%, lemak sebesar 0,5%, karbohidrat sebesar 7,9%, dan serat sebesar 2,8%. Selain itu, sagu tani juga merupakan sumber energi yang baik, karena memiliki kandungan kalori sebesar 363 kcal per 100 gram.

Dengan kandungan gizi dan energi yang tinggi, sagu tani memang layak dijadikan sebagai salah satu komoditas unggulan di bidang pertanian. Selain itu, sagu tani juga dapat dijadikan sebagai makanan pokok masyarakat Indonesia, terutama di daerah-daerah yang memiliki potensi sagu tani cukup tinggi.

METODE PENELITIAN

Penentuan Lokasi dilakukan dengan purposive yaitu di Pabrik Gula Kebon Agung, Kabupaten Malang. Dasar penentuan lokasi adalah karena pabrik gula Kebonagung cukup berpengaruh pada industri tebu di Kabupaten Malang dalam proses produksi tebu, yang tetap bertahan dengan kondisi perekonomian khususnya kondisi sistem pergulaan di Indonesia. Selain itu, pabrik gula ini mempunyai potensi untuk meningkatkan kapasitas gilingnya karena tidak mempunyai kendala dalam pasokan tebu.

Responden dalam penelitian ini dilakukan secara purposive karena dapat memperoleh informasi secara langsung melalui wawancara dengan pihak yang terkait langsung dengan penelitian mengenai faktor produksi pabrik gula PG. Kebon Agung. Wawancara dilakukan kepada kepala dan wakil kepala subsie laboratorium dan timbangan, kepala seksi penguapan, staff personalia, dan kepada instansi lain yang mendukung penelitian ini yaitu kepada staff sosial ekonomi P3GI.

Metode Analisis yang digunakan adalah:

Analisis fungsi produksi Cobb-Douglass

Analisis ini digunakan untuk mengetahui fakor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi gula pada PG. Kebon Agung. Soekartawi (2002) menjelaskan bahwa fungsi Cobb- Douglass adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel. Variabel yang satu disebut variabel dependen, yang dijelaskan (Y), dan yang lain disebut variabel independen, yang menjelaskan, (X). Penyelesaian antara X dan Y biasanya dengan cara regresi yaitu variasi Y akan dipengaruhi oleh variasi X. Dengan demikian, kaidah-kaidahpada garis regresi juga berlaku dalam penyelesaian Cobb-Douglass. Bila fungsi produksi tersebut dinyatakan oleh hubungan Y dan X, maka:

Y=f(X1,X2, Xn) (1) Secara matematik, fungsi Cobb-Douglas dapat ditulis sebagai : Y=aX1b1X2b2Xnbneu (2) Keterangan : Y = variabel yang dijelaskan X = variabel yang menjelaskan a,b = besaran yang akan diduga u = kesalahan (disturbance term) e = logaritma natural

Analisis efisiensi pabrik gula

Analisis ini digunakan untuk menganalisis efisiensi pabrik gula yang tercermin dalam efisiensi stasiun gilingan (mill extraction) dan stasiun pengolahan (boiling house recovery). Dalam hal ini, berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa Timur No.45 tahun 2006 mengenai Petunjuk Teknis Gerakan Peningkatan Rendemen Tebu di Jawa Timur, maka efisiensi pabrik gula dirumuskan dengan nilai Overall recovery (OR), yaitu sebagai berikut:

OR = mill extraction X boiling house recovery Keterangan: OR = tingkat efisiensi pabrik gula dinyatakan dalam persen (%) pol dalam nira mentah Mill extraction (ME) = - _.v_100%pol dalam tebu Mill extraction (ME) = besaran yang menunjukkan tingkat efisiensi stasiun pemerahan (gilingan) dinyatakan dalam satuan persen (%). Boiling house recovery (BHR) = pol dalam GKP _£ x_10()% pol dalam nira mentah Boiling house recovery (BHR) = besaran yang menunjukkan tingkat efisiensi stasiun pengolahan dan dinyatakan dalam persen (%).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada analisis fungsi produksi Cobb-Douglass dapat diketahui bahwa model terdistribusi normal yang ditunjukkan dengan nilai asymp.sig. (2 tailed) sebesar 0,958 dan tidak terdapat multikolinearitas pada model yang ditunjukkan dengan nilai VIF pada masing- masing faktor jumlah tebu, rendemen, teknologi, dan tenaga kerja sebesar 1,59; 3,54; 1,33; dan 2,60 kurang dari 10.

Dari hasil regresi didapatkan nilai Fhitung sebesar 53,22 yang berarti bahwa jumlah tebu, rendemen, teknologi, dan tenaga kerja secara bersama-sama berpengaruh terhadap produksi gula. Nilai R2 sebesar 95,9 persen yang menunjukkan bahwa jumlah tebu, rendemen, teknologi, dan tenaga kerja mempengaruhi produksi sebesar 95,9 persen, dan sisanya sebesar 4,1 persen dijelaskan oleh faktor lainnya yang tidak dijelaskan dalam model.

Jumlah tebu dan rendemen memiliki Nilai thitung masing-masing sebesar 5,63; 7,66 dimana thitung > ttabel yang berarti bahwa jumlah tebu dan rendemen mempunyai pengaruh positif terhadap produksi gula pada PG.

Kebon Agung. Tingkat signifikansi untuk jumlah tebu dan rendemen sebesar 0,00032 dan 0,00003, dimana tingkat signifikansi < □. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah tebu dan rendemen berpengaruh nyata terhadap produksi gula PG. Kebon Agung pada taraf signifikansi 95 persen (□ 0.05).

Teknologi yang dideteksi dengan jam berhenti giling memiliki nilai thitung sebesar (-) 0,07 dimana thitung < ttabel. Tingkat signifikansi sebesar 0,95 dimana tingkat signifikansi > □yang berarti bahwa teknologi mempunyai pengaruh negatif yang tidak signifikan terhadap produksi gula PG. Kebon Agung pada taraf signifikansi 95 persen (□ 0.05).

Tenaga kerja memiliki nilai thitung sebesar (-) 4,64 dimana thitung > ttabel, yang berarti bahwa tenaga kerja mempunyai pengaruh negatif terhadap produksi gula PG. Kebon Agung. Tingkat Signfikansi sebesar 0,001 dimana tingkat signifikansi > □. Hal ini menunjukkan bahwa tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi gula PG. Kebon Agung pada taraf signifikansi 95 persen (□ 0.05).

Berdasarkan hasil analisis efisiensi pabrik gula diperoleh nilai mill extraction sebesar 94 persen dan dapat disimpulkan bahwa tingkat efisiensi di stasiun gilingan PG. Kebon Agung masih belum mencapai standar yang ditetapkan yaitu sebesar 95 persen. Hal ini disebabkan karena pada musim giling 2007, terdapat gangguan pada mesinnya yaitu slate main carier yang rusak. Mesin ini bertugas sebagai alat transport ampas dari alat pencacah tebu menuju gilingan.

Kondisi tersebut menyebabkan proses penggilingan tebu menjadi kurang maksimal. Sedangkan nilai boiling house recovery sebesar 79 persen dan dapat disimpulkan bahwa efisiensi stasiun pengolahan pada PG. Kebon Agung belum mencapai standar yang ditetapkan yaitu sebesar 90 persen.

Hal ini disebabkan karena pada proses pengolahan gula, PG. Kebon Agung masih mengalami banyak kendala terutama yang berkaitan dengan mesin pengolahannya. Kendala tersebut adalah kurang tepatnya rakitan antara mesin yang satu dan mesin lainnya sehingga mesin dapat berhenti untuk mengolah. Pada musim giling 2007, gangguan yang terjadi pada mesinnya adalah distributor carier ampas ketel yang mengalami kerusakan, sehingga proses pengolahan nira tidak berjalan maksimal.

Berdaskan nilai mill extraction dan boiling house recovery dapat diketahui bahwa nilai overall recovery sebesar 74 persen juga belum mencapai standar yang ditetapkan yaitu sebesar 90 persen. Hal ini merupakan indikasi bahwa kinerja mesin-mesin pada PG. Kebon Agung masih belum efisien.

Kurang optimalnya rehabilitasi pada mesin-mesin tersebut menyebabkan gangguan pada kinerja mesin-mesinnya sehingga jam berhenti gilingnya tinggi. Tingginya jam berhenti giling berdampak pada kapasitas giling bruto dan netto yang menunjukkan tidak banyak peningkatan pada tiap-tiap periodenya.

Kapasitas giling maksimal berdasarkan Standard Operating Procedure yang mampu dicapai PG. Kebon Agung adalah sebesar 7.800 ton tebu/hari dengan rendemen 8 persen, sehingga kapasitas produksi gula maksimal yang mampu dicapai adalah 624 ton gula/hari.

Dari keadaan inefisiensi mesin, pabrik hanya mampu mencapai kapasitas giling 5.749,91 ton tebu/hari (73,72 persen) dan kapasitas produksi 402,35 ton gula/hari (64,48 persen). Nilai ekonomis yang mampu dicapai dengan kapasitas produksi tersebut adalah Rp. 2.011.750.000/hari (dengan harga gula dari pabrik Rp.5.000.000/ton).

Sedangkan kapasitas giling 2.050,09 ton tebu/hari (26,28 persen) dan kapasitas produksi sebesar 239,65 ton gula/hari (38,41 persen) tidak mampu dicapai oleh pabrik, sehingga nilai ekonomis yang hilang adalah Rp. 1.198.250.000/hari.

Efisiensi mesin yang mampu dicapai oleh pabrik adalah sebesar 74% (4,93 persen /hari) berdasarkan standar indikator 85 persen, sedangkan tingkat efisiensi sebesar 11 persen (0,73 persen /hari) tidak mampu dicapai oleh pabrik.

Sehingga bila dibandingkan dengan kapasitas produksi yang tidak dapat dicapai pabrik sebesar 38,41 persen, dapat disimpulkan bahwa penyebab mesin tidak dapat mencapai kapasitas produksi gula adalah karena inefisiensi pada mesin-mesinnya sebesar 0,73 persen dan sisanya sebesar 37,68 persen disebabkan karena faktor-faktor lain seperti kualitas bahan baku, manajemen pabrik yang belum optimal, dan lain-lain..

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

  1. Faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi gula di PG. Kebon Agung dalam masa giling 2007 (14 periode) adalah jumlah tebu, rendemen, dan tenaga kerja dengan model persamaan Y = -8,17 Tb1,93 R0,94 T-0,002 Tt-1,01. Hal ini dapat ditunjukkan dengan nilai Fhitung 53,22 dan nilai R2 95,9 persen. Jumlah tebu berpengaruh nyata positif dengan thitung 5,63 dan tingkat signifikansi 0,00032 yang artinya setiap penambahan 1 ton tebu akan meningkatkan produksi gula. Rendemen berpengaruh nyata positif dengan nilai thitung sebesar 7,66 dan tingkat signifikansi 0,00003 yang artinya setiap peningkatan rendemen 1 persen akan meningkatkan produksi gula. Teknologi yang dideteksi dengan jam berhenti giling berpengaruh negatif tidak nyata terhadap produksi gula dengan thitung 0,07 dan tingkat signifikansi 0,95 yang artinya setiap kenaikan 1 jam berhenti giling akan menurunkan produksi gula. Tenaga kerja berpengaruh nyata negatif dengan thitung 4,64 dengan tingkat signifikansi 0,001 yang artinya tiap penambahan 1 orang tenaga kerja akan menurunkan produksi gula.
  2. Kinerja stasiun gilingan masih belum mencapai standar efisiensi, yang ditunjukkan dengan nilai mill extraction sebesar 94 persen karena terdapat gangguan pada mesinnya yaitu slate main carier yang rusak. Kinerja stasiun pengolahan juga belum belum mencapai standar efisiensi, yang ditunjukkan dengan nilai boiling house recovery sebesar 79 persen karena mesin distributor carier ampas ketel yang mengalami kerusakan. Berdasarkan nilai mill extraction dan boiling house recovery dapat diketahui bahwa kinerja pabrik juga belum efisien, yang ditunjukkan dengan nilai overall recovery sebesar 74 persen. Dari keadaan inefisiensi mesin, pabrik hanya mampu mencapai kapasitas produksi 402,35 ton gula/hari atau sebesar 64, 48 persen. Nilai ekonomis yang mampu dicapai dengan kapasitas produksi tersebut adalah Rp.2.011.750.000/hari. Sedangkan kapasitas produksi yang tidak mampu dicapai oleh pabrik 239,65 ton gula/hari atau 38,41 persen, sehingga nilai ekonomis yang hilang adalah Rp.1.198.250.000/hari.

Saran

Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah:

  1. Untuk dapat memaksimalkan produksi gula yang dihasilkan, PG. Kebon Agung harus mampu mengkombinasikan jumlah tebu, rendemen, teknologi dan tenaga kerja sesuai dengan kontribusinya terhadap produksi gula. Apabila kualitas dari masing-masing faktor produksi dapat ditingkatkan, maka diharapkan dapat meningkatkan produksi gula pada PG. Kebon Agung. Selain itu, perlu dilakukan upaya pengaturan sistem panen petani untuk meningkatkan rendemen.
  2. PG. Kebon Agung sebaiknya meningkatkan persiapan mesin secara optimal sebelum masa giling berlangsung. Selain itu, perlu dilakukan upaya pengawasan di stasiun gilingan, pengolahan dan menjaga operasional gilingan dan pengolahan, sehingga efisiensi stasiun penggilingan dan pengolahan meningkat sesuai sasaran yang telah ditetapkan untuk mencapai efisiensi pabrik yang tercermin dalam overall recovery.

1. Peneliti selanjutnya sebaiknya mampu untuk menggali informasi lebih dalam mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produksi pabrik gula tidak hanya terbatas pada jumlah tebu, rendemen, teknologi, dan tenaga kerja, dengan cara menambahkan jumlah input masukan produksi, seperti manajemen pabrik, sistem antrian tebu, dan produktivitas tebu

DAFTAR PUSTAKA

Lembaga Riset Perkebunan Indonesia. 2005. Audit Teknologi, Langkah Awal Peningkatan Efisiensi Pabrik Gula. Jurnal Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Indonesia Vol 27 No.4 tahun 2005. Hal. 17-18. [email protected] (diakses pada 26 Februari 2008).

Nahdodin. 1992. Program TRI, Perilaku Pabrik Gula dan Dampaknya. P3GI. Pasuruan.

Prabowo, D. 1996. Monitoring dan Analisa Prospek Industri Gula di Jawa. Center for Policy and Implementation Studies (CPIS). Jakarta.

PT. Perkebunan Nusantara XI. 2000. Upaya Peningkatan Efisiensi dan Pengolahan Menuju iberalisasi Perdagangan. hlm. 17-25. Dalam A. Supriono (Ed.). Prosiding Seminar Sehari Pembangunan Perkebunan Indonesia, 26 Juli 2000. Asosiasi Penelitian Perkebunan Indonesia. Bogor.

PT. Perkebunan Nusantara IX. 2007. Peningkatan Kinerja SDM. Berita PTPN IX : 8-Mei- 2007.

Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI). 2003. Katalog Produk dan Jasa Pelayanan P3GI. P3GI. Pasuruan.

Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI). 2008. Konsep Peningkatan Rendemen Untuk Mendukung Program Akselerasi Industri Gula Nasional. [email protected] (diakses pada 19 Februari 2008). P3GI. Pasuruan. Santoso, Kabul, dkk. 2007. Sistem Pergulaan di Jawa Timur: Optimalisasi Produk, Distribusi dan Kelembagaan. P3GI. Pasuruan.

Sawit, M.H. 1998. Dua Puluh Dua Tahun Program TRI di Jawa. Agro Ekonometrika XXVIII (1): 37-56. Sekretariat Dewan Gula Indonesia. 1997. Rencana Operasional Pemecahan Permasalahan Industri Gula di Indonesia. Jakarta.