Analisis Pemasaran Beras Dalam Upaya Peningkatan Pendapatan Petani

  • 25 min read

Mochamad Muslich Mustadjab, Budi Setiawan, Cahyaningsih Pamungkas

Abstract

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis pendapatan usahatani petani padi, efisiensi pemasaran beras dilihat dari struktur pasar, perilaku pasar dan penampilan pasar, dan faktor-faktor yang mempengaruhi marjin pemasaran, harga di tingkat produsen dan konsumen. Penelitian dilaksanakan di Desa Kayen, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati. Data primer terdiri atas 51 petani responden dan 24 lembaga pemasaran, yang meliputi penebas, pedagang pengumpul, pedagang besar, pedagang pengecer, dan pedagang kabupaten. Analisis data meliputi; pendapatan petani, pangsa pasar, konsentrasi rasio (CR4), elastisitas transmisi harga, integrasi pasar, distribusi marjin dan share, serta faktor yang mempengaruhi marjin, harga ditingkat petani dan konsumen (regresi berganda). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa sistem pemasaran beras dan gabah di Kabupaten Pati, khususnya di Desa Kayen sangat berpengaruh terhadap tingkat pendapatan petani padi.

Kata Kunci: efisiensi pemasaran, pendapatan petani

Full Text:

PDF

Refbacks

There are currently no refbacks.

 

Copyright (c)

 

PENDAHULUAN

Beras merupakan bahan makanan pokok yang dikonsumsi oleh hampir seluruh penduduk Indonesia. Hasil proyeksi permintaan beras 2001-2004 memperlihatkan bahwa total konsumsi beras pada tahun 2001 sebesar 32.771.246 ton dan pada tahun 2004 sebesar 33.669.384 ton,

yang berarti kebutuhan beras meningkat sekitar 0,19%. Peningkatan kebutuhan akan beras ini harus diimbangi dengan peningkatan produksi beras. Beberapa tahun terakhir ini upaya peningkatan produksi pangan khususnya beras mulai menunjukkan hasil.

Hal ini ditunjukkan oleh hasil proyeksi produksi dan ketersediaan beras 2001-2004 dimana pada tahun 2001 produksi beras sebesar 50.096.486 ton dan ketersediaannya untuk konsumsi sebesar 30.283.326 ton, meningkat sebesar 51.614.460 ton (produksi) dan sebesar 31.200.941 (ketersediaan) pada tahun 2004. Bahkan pada tahun 2005 ini direncanakan Indonesia akan mengekspor 1 juta ton beras yang merupakan surplus produksi 2004 ke Afrika Selatan (Gatra, 2005).

Peningkatan produksi beras ini juga terjadi di salah satu propinsi di Indonesia yaitu propinsi Jawa Tengah. Hal ini dilihat di Kompas (19 April 2005) yang menyebutkan bahwa untuk pertama kalinya propinsi Jawa Tengah mengekspor ke luar negeri dalam jumlah besar, yang mana Perum Bulog Devisi Regional Jawa Tengah menyiapkan 12.500 ton untuk dikirim ke Afrika Selatan. Ekspor ini merupakan hasil surplus yang berasal dari 3 sub divisi regional (subdrive) yaitu subdrive Semarang sejumlah 2.500 ton, subdrive Pati sejumlah 5.200 ton dan subdrive Kedu sebanyak 4.800 ton. Bahkan sebelum ekspor ini, Propinsi Jawa Tengah telah megantarpulaukan beras produksi rata-rata mencapai 6.000 ton tiap bulan.

 

Surplus beras di Jawa Tengah tersebut tidak terlepas dari sumbangan Kabupaten Pati. Seperti yang telah disebutkan sebelumya subdrive Pati turut andil dalam ekspor beras oleh Bulog Devisi Regional Jawa Tengah sebanayk 5.200 ton beras bahkan jumlah tersebut adalah tertinggi diantara kedua subdrive lainnya. Di Kabupaten Pati komoditas beras merupakan komoditas andalan dimana sebagian besar penduduk Pati umumnya dan petani pada khususnya mengusahakan tanaman padi. Sebagian besar lahan persawahan atau areal pertanaman yang terdapat di Pati digunakan sebagai lahan tanam padi dimana luas tanamnya adalah 97.045 hektar dengan produktivitas 45,05 dan produksinya 401.676 ton (BPS Pati, 2003).

 

Mengingat betapa pentingnya sistem pemasaran yang efisien bagi komoditas pertanian khususnya beras yang berpengaruh pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani, maka perlu dilakukan penelitian mengenai pemasaran beras.

Tujuan dari penelitian ini adalah 1) Menganalisis pendapatan usahatani petani padi pada berbagai cara penjualan produk yang dilakukan petani, 2) Menganalisis efisiensi pemasaran beras di Kabupaten Pati dilihat dari struktur pasar, perilaku pasar dan penampilan pasar, 3) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi marjin pemasaran beras yang ada di Kabupaten Pati, dan 4) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat harga yang diterima produsen dan tingkat harga yang dibayarkan konsumen

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di wilayah Kabupaten Pati. Lokasi tersebut ditentukan dengan sengaja (purposive), dengan pertimbangan bahwa kabupetan Pati adalah wilayah yang mempunyai produktivitas beras.gabah yang cukup tinggi, sehingga sesuai dengan penelitian yang dulakukan. Penelitian ini mulai dilaksanakan pada bulan Agustus 2005. Penelitian mengambil satu kecamatan, yaitu kecamatan Kayen, dengan pertimbangan kecamatan Kayen merupakan sentra produksi padi di kabupaten Pati. Dari kecamatan tersebut kemudian dipilih satu desa, yaitu desa Kayen dengan alasan desa tersebut memiliki produktivitas padi yang cukup tinggi.

 

Jenis data yang digunakan dalam analisis adalah data kualitatif dan kuantitatif yang bersumber dari data primer dan sekunder. Penentuan responden petani dilakukan secara acak sedarhana (simple random sampling) berdasarkan penguasaan luas lahan.

 

Sedangkan responden lembaga pemasaran ditentukan dengan non probability sampling dengan prosedur pengambilan contohnya menggunakan snawball sampling, yaitu pertama bertanya pada petani kepada siapa menjual produknya, kemudian diikuti aliran produk tersebut dengan pedekatan lembaga pemasaran, yang akhirnya didapatkan 24 responden lembaga pemasaran, terdiri dari 7 penebas, 5 pedagang pengumpul, 4 pedagang besar, 3 pedagang pengecer, dan 5 pedagang kabupaten.

 

Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari:

1.Analisis Pendapatan Usahatani Padi

Analisis pendapatan usahatani padi dilakukan dalam tiga langkah, yaitu analisis biaya usahatani padi, analisis penerimaan usahatani padi, dan analisis pendapatan/keuntungan petani padi.

2.Analisis Struktur Pasar

Sedangkan struktur pasar dianalisis dengan mengunakan analisis pangsa pasar, konsentrasi rasio, dan elastisitas transmisi harga. Pangsa pasar di tingkat petani dan pedagang dapat dirumuskan sebagai berikut:

Pangsa pasar = (Luas lahan petani ke-i atau kapasitas produk yang diserap pedagang ke-i )/(Total luas lahan petani atau total kapasitas yang diserap pedagang) Selanjutanya dilakukan analisis CR4 dengan rumus: CR4 = S1 + S2 + S3+ S4

Dimana: CR4 = Concentration Ratio for The Biggest Four, S = Pangsa pasar petani/pedagang Bila nilai CR4 lebih dari 40% menunjukkan bahwa struktur pasar cenderung oligopoli/oligopsoni.

Struktur pasar juga dapat dianalisis melalui analisis elastisitas transmisi harga digunakan model:

Ln Pf = Ln α + β Ln Pr

Dimana, Pf = harga di tingkat produsen (Rp/Kg), Pr = harga di tingkat konsumen (Rp/Kg), α = intersep, β = koefisien elastisitas transmisi harga.

3.Analisis Perilaku Pasar

Perilaku pasar diuji dengan integarasi pasar vertikal yang digunakan untuk melihat apakah informasi harga ditingkat petani dan pedagang sudah sempurna atau belum dan dengan integrasi pasar horisontal yang dilihat dari koefisien korelasi (r) untuk mengetahui apakah ada integrasi pasar atau tidak. Analisis integrasi pasar menggunakan model:

Pr = a + b Pf

Dengan rumus koefisien korelasi (r) sebagai berikut:

r =  n ∑(f.Pr)-(∑ Pf )(∑ Pr)

√(nPf 2-(∑ Pf) (n ∑ Pr2-(∑ Pr)2))

4.Analisis Penampilan Pasar

Penampilan pasar dianalisis dengan marjin pemasaran, share harga, share biaya dan keuntungan pedagang, yang dirumuskan sebagai berikut:

nn

MP = pr — Pf atau mp = ∑ Bpi + ∑ K__11

i=1  i=1

n

n

Bpi = ∑ bij dan Kpi = Pji - Pbi - ∑ bij

i=1  j=1

SPf = P- .__∖-1()0%  Ski =  K__p__i _χ_100% Sbi =  Bp__i  _x_100%

Pr  Pr- Pf  Pr- Pf

Dimana,

MP = marjin pemasaran (Rp/Kg)

Pr = harga konsumen (Rp/Kg)

Pf = harga produsen (Rp/Kg)

Bpi = biaya lembaga pemasaran ke-i (Rp/Kg)

Kpi = keuntungan lembaga pemasaran  ke-i (Rp/Kg)

Pji = harga jual lembaga pemasaran ke-i (Rp/Kg)

Pbi = harga beli lembaga pemasaran ke-i (Rp/Kg)

Bij = biaya pemasaran lembaga pemasaran ke-i dari berbagai jenis biaya dari biaya ke j = i sampai ke n

SPf = share harga di tingkat petani (%)

Ski = share keuntungan lembaga pemasaran ke-i (%)

Sbi = share biaya lembaga pemasaran ke-i (%)

5.Analisis Faktor yang Mempengaruhi Marjin Pemasaran, Harga di Tingkat Petani, dan Harga di Tingkat Konsumen

Analisis faktor yang mempengaruhi marjin pemasaran, harga di tingkat produsen/petani, dan harga di tingkat konsumen/pedagang menggunakan model sebagai berikut:

MP =  a0 + a1Bh + a2Bt r + a3K+a4Pf + a5Pr + a6Bi+ a7Bp + a8Jr + a9Pv + a10Pd + ε1

Pr = b0 + b1 Bh + b2 Btr + b3 K + b4 Pf + b5 Jr + ε2

Pf = c0 + c1 Bi + c2 Bp + c3 Pv + c4 Pr + c5 Jr + c6 Pd + ε3

Dimana,

MP  = marjin pemasaran

Pr  = harga di tingkat konsumen (pengecer)

Pf = harga di tingkat produsen (petani)

Bh  =  biaya penanganan

Bhr  =  keuntungan lembaga  pemasaran

K  =  keuntungan lembaga  pemasaran

Pf  =  harga di tingkat produsen

Bi  =  biaya input produksi

Bp = bentuk produk yang dijual petani

(0 = gabah dan 1 = beras)

Pv = volume produksi yang dipasarkan di tingkat petani

Pr  = harga di tingkat konsumen

Jr  = jarak pasar

Pd = jumlah pedagang yang dikenal petani (0 = sedikit (≤ 3) dan 1 = banyak (> 3))

a0, b0, c0 = intersep

a1, a2, dst b1, b2 dst c1, c2 dst = koefisien regresi

ε1, ε2, ε3 = kesalahan pendugaan (disturbance term)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Analisis Pendapatan Usahatani Padi

Pendapatan rata-rata maupun biaya rata-rata petani yang menjual gabah basah, gabah kering, dan beras berbeda-beda seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Analisis Pendapatan Rata-Rata Usaha Tani Padi per Hektar per Musim Tanam di

Desa Kayen, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati Tahun 2005  

Keterangan: n = jumlah petani responden

.

Tabel dapat disimpulkan bahwa petani yang menjual hasil produksinya dalam bentuk beras memperoleh pendapatan yang paling kecil yaitu sebesar Rp. 3.613.899,- per hektar, dengan rata-rata total produksi sebesar 6430 kg gabah basah per hektar. Hal ini terjadi karena petani yang menjual beras harus mengeluarkan biaya yang besar untuk panen dan pasca panen yaitu hampir setengah dari biaya produksi sebelum panen (biaya yang dikeluarkan besar), dimana besarnya biaya ini tidak sebanding dengan harga jual beras yang diterima petani yang sepenuhnya diserahkan pada mekanisme harga yang berlaku di pasar. Dan juga karena rendahnya kualitas produk, dimana setiap 100 kg gabah basah rata-rata hanya dihasilkan 55 kg beras. Pendapatan yang paling tinggi didapatkan oleh petani yang menjual hasil prodsuksinya dalam bentuk gabah kering, yaitu sebesar Rp. 3.960.172,- per hektar,

 

Pendapatan yang paling tinggi didapatkan oleh petani yang menjual hasil prodsuksinya dalam bentuk gabah kering, yaitu sebesar Rp. 3.960.172,- per hektar, R/C rasio, dan rasio profitabilitas dari kelompok petani ini tidak yang paling besar, yaitu pada urutan kedua. Hal ini karena biaya panen dan pasca panen yang dikeluarkan oleh petani yang menjual gabah kering sebanding dengan harga jual gabah kering yang diterima petani. Setelah panen, petani hanya perlu mengeluarkan biaya untuk transportasi, sedangkan untuk pengeringan petani tidak perlu mengeluarkan biaya, karena biasanya pengeringan dilakukan sendiri oleh petani dan anggota keluarganya.

Sementara itu, meskipun petani yang menjual hasil produksinya dalam bentuk gabah basah tidak memperoleh pendapatan yang paling tinggi, yaitu sebesar Rp. 3.741.151,- per hektar, tapi kelompok petani ini memiliki R/C rasio dan rasio profitabilitas yang paling besar yaitu sebesar 2,17 dan 1,17. Berarti menjual hasil produksi dalam bentuk gabah basah sangat layak untuk investasi.

Analisis Struktur Pasar

Berdasarkan observasi dan wawancara disimpulkan bahwa ciri-ciri pasar pemasaran beras dan gabah di daerah penelitian yaitu karena Desa Kayen merupakan salah satu sentra produksi beras, maka di desa ini banyak terdapat petani padi sebagai penjual dan demikian juga dengan pembeli yang diwakili oleh lembaga pemasaran beras yag ada di daerah penelitian jumlahnya cukup banyak, yang dapat dikatakan sebanding dengan jumlah petaninya. Selain itu, karena dalam berusahatani padi, proses produksi dan hasilnya sangat dipengaruhi oleh alam, maka tidak ada petani yang bisa dengan sengaja menentukan kualitas hasil produksinya. Demikian juga di tingkat lembaga pemasaran, tidak ada yang dengan sengaja melakukan differensiasi produk. Petani dan pedagang/lembaga pemasaran dalam pasar pemasaran beras dan gabah bebas keluar dan masuk pasar, tidak ada pihak yang sengaja menghambat. Pedagang/ lembaga pemasaran bisa lebih cepat dan lebih banyak mendapatkan informasi pasar dari pada petani, karena pedagang bertransaksi jual beli hampir setiap hari dan sumber informasinya banyak.

Tabel 2. Perhitungan CR4 Petani dan Lembaga Pemasaran Beras di Desa Kayen, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati Tahun 2005

Berdasarkan perhitungan pangsa pasar dan CR4 diketahui bahwa struktur pasar pemasaran beras dan gabah di daerah penelitian adalah persaingan tidak sempurna seperti yang terlihat dalam Tabel 2. Namun berdasarkan ciri-cirinya, struktur pasarnya adalah persaingan sempurna. Hal ini karena ada beberapa responden petani yang merupakan aparat desa yang memiliki lahan yang jauh lebih luas dari petani lain dan karena pedagang besar yang skala usahaya jauh lebih besar dari pedagang lain

Tabel 3. Hasil Analisis Elastisitas Transmisi Harga Beras di Desa Kayen, Kecamatan

Keterangan: ** = nyata pada tingkat kepercayaan 99 %

Analisis elastisitas transmisi harga seperti pada Tabel 3 memberikan hasil yaitu nilai dari koefisien elastisitas transmisi harga sebesar 0,815 artinya setiap perubahan harga di tingkat konsumen sebesar 1 % akan diikuti perubahan harga di tingkat petani sebesar 0,815 %. Dengan nilai thitung = 0,964< ttabel = 2,680 pada tingkat kepercayaan 99 %, maka hasil analisis membuktikan bahwa pemasaran beras di Desa Kayen sudah efisien. Yang juga berarti harga beras dan gabah sudah ditransmisikan cukup elastis dari lembaga pemasaran/pedagang kepada petani.

 

Analisis Perilaku Pasar

Berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan, diketahui bahwa di daerah penelitian tidak ada diantara pelaku pasar pemasaran beras dan gabah yang dengan sengaja melakukan penentuan harga. Pada umumnya para pelaku pasar ini mengikuti harga yang berlaku pada pasar pemasaran beras dan gabah.Yang terjadi di daerah penelitian hanya ada beberapa pelaku pasar yang memiliki kekuatan yang lebih kuat dari pada pelaku pasar lainnya, seperti pedagang besar. Meskipun dalam transaksi harga cenderung ditentukan oleh pedagang, tapi tetap mengacu pada standar harga yang ditetapkan oleh pemerintah atau sesuai dengan harga yang berlaku di pasaran.

Sedangkan mengenai ada atau tidaknya kerjasama antar lembaga pemasaran, berdasarkan observasi dan penelitian yang dilakukan hanya sedikit ditemukan adanya kerjasama tersebut. Dimana praktek kejasama antar pedagang/lembaga pemasaran dalam pemberian modal atau kredit dari lembaga yang lebih tinggi kepada lembaga yang lebih rendah yang dapat mempengaruhi harga jual atau harga beli tidak tidak dijumpai dalam pemasaran beras dan gabah. Bedasarkan uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pemasaran beras dan gabah yang ada di daerah penelitian masih efisien, yang mana perilaku para pelaku pasarnya tidak ada yang menyimpang dari norma yang berlaku di pasar pemasaran beras

Tabel 4. Hasil Analisis Integrasi pasar Pemasaran Beras di Desa Kayen, Kecamatan Kayen,

Kabupaten Pati

.

Keterangan: ** = nyata pada tingkat kepercayaan 99 %

Selain itu perilaku pasar dapat diketahui melalui analisis integrasi pasar yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4. Nilai dari koefisien integrasi pasar sebesar 0,617 artinya setiap perubahan harga di tingkat petani sebesar 1 % akan diikuti perubahan harga di tingkat konsumen sebesar 0,617 %. Dengan nilai thitung = 5,551 > ttabel = 2,819 pada tingkat kepercayaan 99 %, maka hasil analisis membuktikan bahwa informasi harga di tingkat pedagang (konsumen) dan di tingkat petani (produsen) belum sempurna. Hasil analisis koefisien korelasi (r) menunjukkan korelasi yang cukup kuat, namun kurang dari satu, yaitu r = 0.886. Hasil perhitungan, dimana thitung = 8.944 > ttabel = 2,819 pada tingkat kepercayaan 99 %, menunjukkan bahwa dalam pasar pemasaran beras dan gabah di daerah penelitian terdapat integrasi

Analisis Penampilan Pasar

Saluran pemasaran dari komoditas gabah dan beras yang ada di daerah penelitian dapat dilihat pada bagan saluran pemasaran berikut ini.

Gambar 2. Bagan Saluran Pemasaran Gabah dan Beras di Desa Kayen, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati (Data primer, 2005)

.

Dari bagan terlihat bahwa petani paling banyak menjual produknya ke penebas yaitu sebesar 58,8 % dari total responden petani. Sedangkan paling sedikit petani menjualproduknya ke konsumen yaitu sebesar 1,96 %. Kondisi tersebut karena dengan menjual ke penebas petani bisa mendapatkan modal dengan cepat yang dibutuhkan untuk periode tanam berikutnya. Petani di Desa Kayen menjual produknya ke penebas dalam bentuk gabah basah dan menjual beras ke pedagang pengumpul, pedagang pengecer, dan ke pedagang besar, tapi ada juga yang langsung menjualnya ke konsumen. Dari penebas gabah basah diubah menjadi gabah kering dan dijual ke pedagang besar, sedangkan bila diubah ke beras dijual kepada pedagang kabupaten. Pedagang pengumpul menjual produknya kepada pedagang besar, pedagang kabupaten, dan ke konsumen, namun yang paling sering dilakukan adalah dijual ke pedagang besar. Pedagang pengecer langsung menjual beras yang dibelinya kepada konsumen. Sedangkan pedagang besar menjual gabah kering ke Perum Bulog Sub Divre Pati dan menjual beras ke pedagang luar kota serta ke pedagang luar pulau Jawa. Pedagang kabupaten biasanya menjual produk yang telah dibelinya kepada pedagang luar kota, pedagang pengecer yang ada di sekitar kabipaten, dan ke konsumen.

Tapi saluran yang sering dilalui dalam pemasaran beras dan gabah di daerah penelitian ada enam (6), yaitu:

*Saluran Pemasaran I : Petani  Penebas   Padagang besar

*Saluran Pemasaran II : Petani    Penebas    Pedagang kabupaten

*Saluran Pemasaran III  : Petani    Pedagang  pengumpul     Padagang besar

*Saluran Pemasaran IV  : Petani    Pedagang  pengumpul     Padagang Kabupaten

*Saluran Pemasaran V  : Petani    Pedagang  pengumpul     Konsumen

*Saluran Pemasaran VI : Petani    Pedagang pengecer    Konsumen

Dari keenam saluran pemasaran tersebut yang paling sering dilalui pada saat musim panen adalah saluran I dan saluran III. Saluran pemasaran VI jarang dilalui karena sebagian besar penduduk di daerah penelitian bermatapencaharian sebagai petani, sehingga kebutuhan akan beras dapat dipenuhi sendiri. Pedagang pegumpul yang menjual langsung ke konsumen biasanya memiliki toko/kios di pasar.

Fungsi-Fungsi Pemasaran Beras

Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh para pelaku pemasaran gabah dan beras yang ada di daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Fungsi-Fungsi Pemasaran yang Dilakukan oleh Petani dan Lembaga Pemasaran

Gabah dan Beras di Desa Kayen.

* (melakukan fungsi pemasaran)

Dari Tabel 5 diketahui bahwa pelaku pasar pemasaran beras yang melakukan fungsi pemasaran paling banyak adalah pedagang besar yaitu fungsi pembelian, penggilingan, sortasi,penimbangan, pengemasan, transportasi, bongkar muat, dan penjualan. Hal ini karena produk yang perjualbelikan pedagang beras berupa gabah dan beras, sehingga proses yang dibutuhkan agar produk siap dijual lebih banyak. Sedangkan, pelaku pasar pemasaran beras yang melakukan fungsi pemasaran paling sedikit adalah pedagang pengecer yaitu hanya empat fungsi, antara lain fungsi pembelian, penimbangan, transportasi, dan penjualan. Ini karena pedagang pengecer hanya membeli dalam bentuk beras dan menjual langsung ke konsumen lokal.

 

Petani yang menjual produknya dalam bentuk beras melakukan fungsi pengeringan, penggilingan, penimbangan, transportasi, dan penjualan. Sedangkan petani yang menjual produknya berupa gabah basah hanya melakukan fungsi penjualan, karena fungsi pemasaran mulai dari panen dilakukan oleh penebas. Penebas melakukan tujuh fungsi pemasaran, yaitu pembelian, pengeringan, penggilingan, penimbangan, transportasi, bongkar muat, dan penjualan. Pedagang pengumpul melakukan lima fungsi pemasaran antara lain pembelian, penimbangan, transportasi, bongkar muat, dan penjualan. Pedagang kabupaten melakukan tujuh fungsi pemasaran.

 

Harga beli di tingkat penebas sebesar Rp. 110.000,-∕kw - Rp. 120.000,-∕kw. Harga beli di tingkat pedagang pengumpul sebesar Rp. 2.200,-/kg sampai Rp. 2.500,-/kg, sedangkan pedagang besar membeli dengan harga Rp.1.600,-/kg gabah kering dan Rp. 2.600,-/kg sampai Rp. 2.650,-/kg untuk beras. Harga beli di tingkat pedagang pengecer rata-rata sebesar Rp. 2.400,-/kg, sedangkan pedagang kabupaten harga belinya Rp. 2.600,-/kg sampai Rp. 2.650,- /kg. Untuk melakukan fungsi pengeringan membutuhkan biaya Rp. 25.000,- sampai Rp. 30.000,- per orang per hari. Biaya yang dikeluarkan untuk melakukan fungsi penggilingan adalah Rp. 200/kg beras.

Biaya sortasi berkisar antara Rp. 10,-/kg - Rp. 16,24/kg beras. Rata- rata biaya penimbangan Rp. 10,-/kg beras dan biaya pengemasaran sebesar Rp. 11,-/kg. Biaya transportasi yang dikeluarkan oleh masing-masing pelaku pasar berbeda, tergantung dari jarak tempuh dan jenis alat transportasi yang digunakan. Biaya bongkar umumnya Rp.15,-/kg. Biaya retribusi hanya dikeluarkan oleh pedagang kabupaten sebesar Rp.100,-/hari. Harga jual gabah kering di tingkat pedagang besar adalah Rp. 1.760,-/kg dan rata-rata sebesar Rp. 2.875,-/kg untuk harga jual beras. Sedangkan pedagang kabupaten menjual beras dengan harga rata-rata Rp. 2.800,-/kg.

Analisis Marjin Pemasaran

Penampilan pasar pemasaran beras dan gabah di Desa Kayen dapat diketahui dari perhitungan distribusi marjin, share harga yang diterima petani, share harga dan keuntungan lembaga pemasaran, serta rasio antara keuntungan dengan biaya tingkat pedagang pada setiap saluran pemasaran. Persentase distribusi marjin, biaya, dan kuntungan masing-masing lembaga pemasaran pada masing-masing saluran pemasaran dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Distribusi Marjin Pemasaran dari Lembaga Pemasaran Beras di Desa Kayen, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati

Sumber: Data primer, 2005

Tabel 6 menunjukkan bahwa pada saluran pemasaran I penebas mendapatkan keuntungan sebesar 14,93 %, sedangkan penebas pada saluran pemasaran II mendapatkan keuntungan sebesar 33,98 %. Hal ini karena penebas pada saluran pemasaran I menjual produk yang dimiliki dalam bentuk gabah kering, sedangkan penebas pada saluan pemasaran II, produk yang dijual berbentuk beras yang harga jualnya jauh lebih tinggi daripada harga jual gabah kering. Karena perbedaan bentuk produk yang dijual itu juga yang menyebakan adanya perbedaan biaya pemasaran yang dikeluarkan antara penebas pada saluran I dengan penebas pada saluran II.

 

Biaya pemasaran yang harus dikeluarkan oleh penebas pada saluran I adalah sebesar 25,03  % dari total marjin pemasaran saluran I, sedangkan biaya yang harus dikeluarkan penebas pada saluran pemasaran II sebesar 46,26 % dari total marjin pemasaran salurn II. Adanya perbedaan bagian marjin yang didapatkan antara penebas pada saluran I dengan penebas pada saluran II berbeda, juga disebabkan karena perbedaan bentuk produk yang dijual.

 

Analisis share harga yang diterima petani menujukkan bahwa ternyata petani pada saluran VI mendapatkan share yang palig besar yaitu 88,89 %, sedangkan petani pada saluran II mendapatkan share yang paling kecil yaitu 66,88 %. Share harga yang didapatkan petani pada saluran I sebesar 70,57 %, saluran III sebesar 80,81 %, saluran IV sebesar 84,42 %, dan saluran V sebesar 84,42 %. Pedagang pengecer di saluran pemasaran VI mendapatkan rasio k/b yang paling besas yaitu 12,78, sedangkan yang mendapatkan rasio k/b paling kecil adalah penebas pada saluran I yaitu sebesar 0,60.

 

Saluran pemasaran yang paling efisien adalah saluran pemasaran I. Distribusi marjin pada masing masing saluran belum merata, tapi setiap lembaga pemasaran pada setiap saluran pemasaran sudah mendapatkan bagian marjin sesuai dengan berasnya biaya pemasaran yang dikeluarkan seperti terlihat pada Tabel 6. Dimana kalau biaya yang dikeluarkan besar, maka marjin pemasaran yang didapatkan juga besar, dan sebaliknya. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pemasaran beras dan gabah di daerah penelitian sudah efisien.

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Marjin Pemasaran

Hasil analisis regresi untuk menganallisis faktor-faktor yang berpengaruh pada marjin pemasaran disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil Analisis Regresi Variabel yang Mempengaruhi Margin Pemasaran (MP)

Keterangan: *  = nyata pada tingkat kepercayaan 95  ** = nyata pada tingkat kepercayaan 99 %

.

Berdasarkan hasil analisis regresi pada tabel 7 diperoleh persamaan regresi sebagai berikut: Mp = 170,598 + 0,714 Bh + 1,011 Btr + 0,529 Pr + 7,793 K - 0,658 Pf + 0,01 Bi + 8,511 Bp - 0,005 Pv - 20,050 Jr + 3,388 Pd, dengan R2 = 0,408 dan n = 51.

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap besarnya marjin pemasaran beras yaitu harga di tingkat produsen/petani (Pf), keuntungan lembaga pemasaran (K), dan harga di tingkat konsumen (Pr). Sedangkan faktor lainnya yang dimasukkan dalam analisis tidak banyak berpengaruh terhadap marjin pemasaran.

 

Biaya penanganan dan biaya transportasi yang dikeluarkan lembaga pemasaran serta biaya input produksi yang dikeluarkan oleh petani tidak berpengaruh nyata terhadap marjin pemasaran karena pedagang/lembaga pemasaran dan petani dalam menetapkan harga beli dan harga jualnya menyesuaikan dengan harga beras atau gabah yang berlaku.

Bentuk produk yang dijual petani tidak berpengaruh nyata terhadap marjin pemasaran karena biasanya lembaga pemasaran menjual dalam bentuk yang sama dengan yang dijual petani. Volume produk yang dijual petani juga tidak berpengaruh nyata karena harga yang diterima petani tidak disesuaikan dengan jumlah yang dijual petani, tetapi disesuakan dengan harga pasar.

Jarak tempat petani dengan pasar tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan marjin pemasaran karena di daerah penelitian petani bebas menjual ke lembaga pemasaran manapun juga, sehingga meskipun tempat petani jauh dari pasar, petani bisa mendapatkan harga yang tinggi. Jumlah pedagang yang dikenal petani tidak berpengaruh nyata karena biasanya pedagang yang membeli dengan harga yang lebih tinggi juga akan menjualnya kembali dengan harga yang lebih tinggi juga.

Analisis Faktor yang Mempengaruhi Harga di Tingkat Petani

Hasil analisis regresi untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh pada harga di tingkat petani disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil analisis regresi variabel yang mempengaruhi harga di tingkat produsen (Pf)

Variabel  Koefisien regresi  t hitung

Keterangan: *  = nyata pada tingkat kepercayaan 95 %,  ** = nyata pada tingkat kepercayaan 99 %

Berdasarkan hasil perhitungan analisis regresi pada Tabel 8, diperoleh persamaan regresi sebagai berikut:

Pf = 1170,661 - 0,0001 Bi + 321,433 Bp - 0,022 Pv + 0,375 Pr - 44,806 Jr + 2,257 Pd, dengan R2 = 0,590 dan n = 51.

Variabel yang banyak berpengaruh terhadap harga di tingkat petani/produsen adalah bentuk produk yang dijual petani (Bp) dan harga di tingkat konsumen (Pr), sedangkan variabel biaya input produksi (Bi), volume penjualan di tingkat petani (Pv), jarak pasar (Jr) dan jumlah pedagang yang dikenal petani (Pd) tidak banyak berpengaruh.

 

Harga jual di tingkat petani tidak dipengaruhi secara nyata oleh biaya input produksi karena harga di tingkat petani sepenuhnya diserahkan pada pasar dan petani mempunyai posisi tawar yang lemah, maka petani tidak bisa menentukan harga jual produknya sesuai dengan biaya produksi yang harus dikeluarkan. Volume produk yang dijual petani juga tidak berpengaruh nyata karena panen di daerah penelitian dilakukan lebih awal dari daerah lain dan karena variabel volume ini adalah jumlah yang dijual masing-masing responden serta harga yang diterima petani sesuai dengan harga pasar.

Jarak tempat petani dengan pasar tidak berpengaruh nyata terhadap harga di tingkat petani, karena di daerah penelitian transaksi jual beli jarang sekali yang dilakukan di pasar, transaksi biasanya dilakukan di tempat lahan sawah petani, tempat lembaga pemasaran, atau tempat penggilingan padi. Selain itu, petani bisa dengan leluasa memilih lembaga pemasaran yang dituju untuk menjual produknya, sehingga petani yang tempatnya jauh dari pasar juga bisa mendapatkan harga jual yang tinggi. Karena biasanya petani di daerah penelitian menjual produk yang dihasilkannya kepada lembaga pemasaran yang sudah menjadi langganannya, maka jumlah pedagang yang dikenal petani tidak berpengaruh nyata pada perubahan harga yang diterima petani

Analisis Faktor yang Mempengaruhi Harga di Tingkat Konsumen

Hasil analisis regresi untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh pada harga di tingkat petani disajikan pada Tabel 9

Tabel 9. Hasil analisis regresi variabel-variabel yang mempengaruhi harga di tingkat

konsumen (Pr)

Keterangan: *  = nyata pada tingkat kepercayaan 95,  ** = nyata pada tingkat kepercayaan 99 %

.

Berdasarkan hasil perhitungan analisis regresi pada Tabel 9 diperoleh persamaan regresi sebagai berikut:

Pr = 1310,881 + 0,624 Bh + 1,948 Btr + 2,640 K + 0,397 Pf + 5,175 Jr , dengan R2 = 0,338 dan n = 24.

Faktor yang banyak berpengaruh terhadap harga di tingkat konsumen (Pr) adalah harga di tingkat petani (Pf), sedangkan faktor biaya penanganan (Bh), biaya transportasi (Btr), keuntungan lembaga pemasaran (K), dan jarak pasar (jr) tidak banyak berpengaruh.

 

Biaya penanganan dan biaya tranportasi yang dikeluarkan lembaga pemasaran tidak berpengaruh nyata terhadap harga di tingkat konsumen karena pada dasarnya harga produk hasil produksi pertanian apalagi produk tersebut merupakan kebutuhan pokok sepenuhnya diserahkan pada mekanisme harga yang berlaku di pasar. Demikian juga dengan keuntungan lembaga pemasaran. Jarak tempat lembaga pemasaran dengan pasar tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan harga di tingkat konsumen karena di daerah penelitian transaksi jual beli beras atau gabah umumnya tidak dilakukan di pasar.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil penelitian, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1.Petani padi dengan berbagai cara penjualan produknya, baik menjual gabah basah, gabah kering, maupun beras semuanya mendapatkan keuntungan. Namun keuntungan/ pendapatan yang paling besar didapatkan oleh petani yang menjual gabah kering dan pendapatan yang paling kecil diperoleh petani yang menjual beras. Petani yang menjual hasil produksinya dalam bentuk beras mengeluarkan biaya usahatani yang paling besar, kualitas hasil panennya kurang baik, dan tidak praktis, sehingga tidak banyak petani yang melakukan cara penjualan tersebut.

2.Efisiensi pemasaran beras di daerah penelitian sudah efisien. Hal ini ditunjukkan oleh:

a.Struktur pasar pemasaran beras dan gabah di Desa Kayen mengarah ke persaingan sempurna dan harga sudah ditransmisikan dengan elastis dari lembaga pemasaran/pedagang kepada petani. Dimana nilai koefisien elastisitas transmisi harganya 0,815 (β = 1) yang berpengaruh nyata secara statistik.

b.Perilaku pasar dalam pasar pemasaran beras dan gabah di desa Kayen terdapat integrasi yang kuat antara pedagang/lembaga pemasaran dengan petani dan tidak terdapat kerjasama antar pelaku pasar, meskipun informasi harga di tingkat petani dandi tingkat pedagang masih kurang sempurna, dimana nilai koefisien integrasi pasarnya sebesar 0,617 (b ≠ 1) yang nyata secara statistik dan nilai koefisien korelasinya sebesar 0,886 (r = 1).

c.Meskipun penampilan pasar yang meliputi distribusi marjin pemasaran, share harga yang diterima petani, share harga dan keuntungan lembaga pemasaran, serta rasio antara keuntungan dengan biaya (k/b rasio) pedagang/lembaga pemasaran pada masing-masing saluran pemasaran masih belum merata/adil. Saluran pemasaran yang paling efisien adalah saluran pemasaran I.

3.Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap perubahan marjin pemasaran beras di Desa Kayen adalah harga di tingkat produsen/petani (Pf), harga di tingkat konsumen (Pr), dan keuntungan lembaga pemasaran (K). Sedangkan faktor biaya penanganan (Bh), biaya transportasi (Btr), biaya input produksi (Bi), bentuk produk yang dijual petani (Bp), volume penjualan di tingkat petani (Pv), jarak pasar (Jr), dan jumlah pedagang yang dikenal (Pd) tidak berpengaruh nyata. Hal ini karena struktur pasar pemasaran beras dan gabah di daerah penelitian adalah persaingan sempurna, sehingga baik harga di tingkat petani maupun konsumen disesuaikan dengan harga yang berlaku di pasar.

4.Faktor-faktor yang mempengaruhi harga di tingkat petani dan konsumen, yaitu:

a.Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perubahan harga di tingkat produsen/petani yaitu bentuk produk yang dijual petani (Bp) dan harga di tingkat konsumen (Pr). Sedangkan faktor biaya input produksi (Bi), volume penjualan di tingkat petani (Pv), jarak pasar (Jr), dan jumlah pedagang yang dikenal petani (Pd) tidak banyak berpengaruh terhadap harga di tingkat produsen/petani. Kondisi tersebut disebabkan oleh struktur pasarnya yang persaingan sempurna, sehingga harga yang diterima petani disesuaikan dengan harga pasar dan karena volume yang dijual petani rata-rata kecil, yaitu 5,07 ton/Ha.

b.Faktor yang banyak berpengaruh terhadap perubahan harga di tingkat konsumen (Pr) adalah harga di tingkat produsen (Pf), sedangkan biaya penanganan (Bh), biaya transportasi (Btr), keuntungan lembaga pemasaran (K), dan jarak pasar (Jr) tidak banyak berpengaruh. Hal tersebut juga disebabkan oleh adanya struktur pasar yang mengarah ke pasar persaingan sempurna, sehingga harga di tingkat konsumen juga diserahkan pada mekanisme harga yang berlaku di pasar.

Disarankan petani yang menjual hasil produksinya dalam bentuk beras sehingga dapat meningkatkan kualitas hasil produksinya, memperoleh keuntungan yang lebih besar. Petani juga bisa menekan biaya pasca panen dengan cara memperkecil biaya transportasi, yaitu menggunakan alat transportasi yang lebih hemat seperti sepeda atau disediakan penggilingan padi keliling.

Kaitannya dengan efisiensi pemasaran beras dan gabah, disarankan penampilan pasar bisa diefisienkan dengan cara pembagian distribusi marjin, share, dan keuntungan pada masing-masing saluran pemasaran yang rata/adil. Di samping itu perlu adanya perbaikan informasi pasar.

DAFTAR PUSTAKA

Dahl, D.C dan Hammod. J. W. 1977. Market and Price. Analysis The Agriculture Industries. Mc Graw. Hill Book Company. New York.

Erwidodo. 1997. Perkembagan Konsumsi dan Proyeksi Permintaan Besar di Indonesia. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan. Jakarta.

Hamin, Alhusniduki. 1991. Tataniaga Pertanian. Kumpulan Makalah Penataran Dosen Dalam Rangka Peningkatan Mutu Budidaya Pertanian. Progam Kajian Agribisnis. Dirjen Dikti. Jakarta.

Krismurti, Swambodo. 2002. Analisis Efisiensi Pemasaran Bawang Merah (Allium ascalonicum) di Desa Gading Kulon Kecamatan Dau Kabupaten Malang. Skripsi Jurusan Sosial Ekonomi. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.

Mursyid, M. 2004. Analisis Pemasaran Tembakau Lumajang Voor Oogst. Skripsi Jurusan Sosial Ekonomi. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.

Rasahan, C. A. 2000. Perkembangan Tanaman Pangan dan Hortikultura Pada Awal Abad 21 (Sebuah Pengalaman) Dalam Pertanian dan Pangan. Bunga Rampai Pemikiran Menuju Ketahanan Pangan. Editor Rudi Wibowo. Pestaka Sinar Harapan. Jakarta.

Rusaleen, D. M. 2004. Efisiensi Pemasaran Apel (Malus sylvestris mill) di Desa Bumiaji Kecamatan Bumiaji Kota Batu. Skripsi Jurusan Sosial Ekonomi. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya, Malang.

Saderi, D. I dan Ramli. 1996. Keterpaduan Pasar dan Keunggulan Komparatif Kacang Tanah di Kalimantan Selatan Edisi Khusus No. 7. Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan Umbi-Umbian Balitbangtan Puslitbang. Jakarta.

Sahari, D dan Akhmad. M. 2002. Analisis Kelembagaan Pemasaran Menunjang Pengembangan Agribisnis Jagung di Kawasan Sentra Produksi Sanggau Ledo Kalimantan Barat. JPPTP. Volume 2. Juli

Yulia, Citra. 2004. Efisiensi Pemasaran Jagung Hibrida (Zea mays) (Studi Kasus di Desa Janti Kecamatan Bapar Kabupaten Kediri. Skripsi Jurusan Sosial Ekonomi. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.

Yusminingsih, S. Y. 2005. Analisis Pemasaran Bayam Cabut (Amaranthus tricolor L) di Malang (Studi Kasus di Desa Pulungdowo, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang). Skripsi Jurusan Sosial Ekonomi. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang