Aspek Bisnis Dan Pentingnya Menjaga Kelestarian Alam

  • 3 min read

Kekayaan bumi Indonesia menurut World Conservation Monitoring Committee (1994) mencakup 27.500 jenis Karena kekayaan alam itu, Indonesia mendapat predikat mega biodiversity. Di pihak lain, predikat itu menuntut tanggung jawab sangat besar karena harus menjaga keseimbangan antara kelestarian fungsi ekologis dan ekonomi. Pemanfaatan sumber daya hayati tersebut telah dimanfaatkan masyarakat untuk tujuan perdagangan. Sayangnya, ada kecenderungan berdampak besar terhadap kualitas dan kuantitas populasi tumbuhan di habitatnya. Ekploitasi yang telah berlangsung lama itu menurunkan populasi. Keberadaan puluhan ribu tanaman dan hewan terancam. Alasan penyelamatan itulah yang akhirnya Indonesia bergabung menjadi anggota Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (Cites). Itu dilakukan setelah merativikasi konvensi melalui Keputusan Presiden RI Nomor 43 tahun 1978 [1].

Ikut aturan

Konvensi itu mempunyai misi dan tujuan menghindarkan tumbuhan dan satwa mengalami kepunahan di alam. Baik melalui pengembangan sistem, pengendalian perdagangan satwa dan tumbuhan, serta produksi secara internasional. Konsekuensinya Indonesia harus mengikuti ketentuan CITES. Saat ini 165 negara bergabung menjadi anggota CITES. Dengan bergabung di organisasi itu, anggota harus mematuhi aturan perdagangan internasional. Ada 25.000 tanaman yang menjadi subyek kontrol. Berdasarkan kelangkaan dan perdagangan, tanaman dan satwa digolongkan dalam 3 kelompok, yaitu Appendix I, Appendix II, dan Appendix III. Appendix 1 memuat spesies yang sudah sangat langka dan mendapat tekanan tinggi akibat perdagangan. Di Indonesia ada 30 tanaman yang tergolong ke dalam appendix I. Sebanyak 28 jenis merupakan anggrek kantong Paphiopedilum sp. Asian slipper orchids (Paphiopedilum javanicum) sangat diminati kolektor. Sedangkan paphiopedilum dan spesies lain diperdagangkan setelah melewati perbanyakan buatan alias penangkaran (artificially propagated sources).

Species yang dilindungi

Appendix II memuat spesies yang walaupun saat ini belum langka, tetapi akan menjadi langka apabila perdagangan tidak terkendali. Sebagian besar tumbuhan masuk dalam kelompok ini. Hampir 17.000 spesies anggrek di dunia termasuk di dalamnya. Ada sekitar 600 jenis tanaman di Indonesia masuk dalam kelompok itu [2]. Selain anggrek, yang cukup banyak dilindungi ialah genus Cyathea alias pakis. Appendix III memuat spesies yang oleh negara tertentu dimintakan kontrol melalui CITES karena populasi di negara tersebut terancam punah. Tidak berarti tanaman yang tergabung dalam Appendix I, II, atau III tidak bisa diperdagangkan. Cites tetap membolehkan perdagangannya dengan menetapkan kuota bagi tumbuhan dan hewan langka. Misalnya untuk Indonesia, mendapat jatah 400.000 kg untuk menjual pakis Cyathea spp. Bahkan, yang lebih langka sekalipun, Appendix I masih dapat dijual. Namun, harus melengkapi sejumlah persyaratan. Di antaranya, komoditas itu merupakan hasil penangkaran. Tidak sekadar memperbanyak, tetapi usaha itu terdaftar dan diakui Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA). Dahulu untuk mendapatkan SATS-LN, izin ekspor hasil penangkaran/budidaya, cukup sulit dan membutuhkan waktu lama. Dengan terbitnya Keputusan Menteri Kehutanan No. 447/Kpts-II/2003 tentang tata usaha pengambilan dan penangkapan dan peredaran tumbuhan dan satwa liar, urusan lebih mudah. Yang penting sesuai dengan ketentuan pasal 77 dan pasal 78.

Referensi

[1] 2021. Fauna and Flora (CITES) setelah Indonesia merativikasi konvensi tersebut melalui Keputusan Presiden RI Nomor 43 Tahun 1978. 4.1. Misi dan Tujuan.. [ebook] Available at: http://cites.org/sites/default/files/ndf\_material/Review%20on%20ramin%20harvest%20and%20trade%20Technical%20report%205%20Indonesian.pdf [Accessed 6 May 2021].

[2] 2021. Understanding CITES CITES Appendix III. [ebook] Available at: http://www.fws.gov/international/pdf/factsheet-cites-appendix-iii-2016.pdf [Accessed 6 May 2021].