Evolusi Menikmati Secangkir Kopi

  • 6 min read

Mirza tak sembarang menyeduh kopi. Suhu air saat dijerang harus 96 sampai 99°C. Jika terlampau panas, lebih dari 100°C, “Flavor kopi pecah. Kurang dari 90°C kopi lebih asam, lebih pahit, dan aroma tak keluar,” katanya. Ia pantang menggunakan air termos, air yang dua kali direbus, dan air ledeng. Harus air tanah. Itulah sebabnya saban pagi ia sendiri yang menyeduh kopi, meski kedua orang tuanya juga membuatnya. Kebiasaan itu terus terpelihara sejak sulung 2 bersaudara itu duduk di bangku SMA. Ketika kuliah di National Hotel Institut Bandung, kebiasaan itu kian menjadi-jadi. “Kalau belajar dan suntuk larinya ke kopi,” ujar Mirza. Ayah Mirza yang bekerja di bidang periklanan pecandu kopi. Demikian juga kakeknya yang mempunyai kebun kopi di Banjarmasin. “Kakek hanya mau minum kopi hasil petikan di kebun,” kata pria kelahiran 27 Mei 1980 itu.

Pecandu kopi

Coffee connoisseur sampai sebutan bagi pecandu kopi lain adalah Hendra Widjaja. Seperti Mirza, sebelum meninggalkan rumah, Hendra juga menikmati seduhan 3 sendok kopi. Dua aktivitas yang kerap mengiringi kebiasaan itu adalah membaca koran dan mendengarkan musik. Itulah kopi tubruk yang hitam pekat. Pahit? “Di lidah saya tak terasa pahit. Setelah wangi dan rasanya keluar dengan sendirinya rasa manis akan keluar,” ujar alumnus Universitas Katolik Indonesia Atmajaya. Dalam sehari minimal pria yang berpenampilan necis itu 3 kali menikmati kopi. “Ada sesuatu yang kurang, kalau belum minum kopi,” kata pengusaha muda. Kebiasaan itu telah berlangsung 16 tahun. Kesenangannya pada kopi, merembet ke pangan lain. Ia sama sekali tak suka bahan pangan seperti es krim, cake, dan sirop beraroma stroberi atau vanili. Coba sodori es krim rasa moka, dengan lahap ia bakal menghabiskan. Tandas. Tak tersisa. Katanya, “Apa pun yang berhubungan dengan kopi atau moka, saya suka sekali.” Kebiasaan Hendra bermula ketika ia masih kanak-kanak. Kerap kali usai pulang sekolah, ia membantu usaha yang digeluti kedua orang tuanya, berdagang kopi. Hendra kecil menyortir biji, menyangrai, lalu mencicipi seduhan kopi. Pada 1986 ketika mulai belajar di perguruan tinggi, kebiasaan ngopinya kian intens.

Mata pencarian dari kopi

[caption id=“attachment_7910” align=“alignleft” width=“217”] Mirza, awali hari dengan kopi[/caption] Hobi menikmati kopi mendorong Hendra membuka warung kopi pada Mei 2001. Namanya Bakoel Koffie. Anak kedua dari 5 bersaudara itu sengaja memadukan nama yang diambil dari bahasa Jawa dan bahasa Belanda. Bakul bermakna wadah tempat sesuatu, termasuk kopi saat dipetik atau berarti penjual. Bahasa Belanda koffie dicomot lantaran pada zaman itu kakek buyutnya dikenal sebagi pedagang kopi yang sukses. Ia mengibarkan bendera Tek Sun Ho. Hendra tak sekadar ingin bernostalgia, tentu. Niat mulianya adalah melestarikan budaya ngopi di Indonesia. “Orang Indonesia kurang menghargai kopi. Kita produsen 5 besar di dunia tapi namanya tak terdengar. Italia dan Amerika Serikat bukan penghasil kopi, tapi di sana kopi begitu terkenal,” ujar Hendra. Itulah sebabnya ia gembira menyambut hadirnya gerai-gerai kopi di Indonesia karena membawa misi edukasi bagi masyarakat. “Ini lebih mendidik mereka untuk membudayakan minum kopi. Dulu orang beranggapan minum kopi nanti ngga bisa tidur. Sekarang bergeser. Bagus kok minum kopi asal porsinya pas tak mengganggu kesehatan,” ujar penyayang kura-kura itu. Bila Hendra mengibarkan bendera sendiri, Mirza bergabung dengan warung kopi asing 2 tahun silam. Saat itu ia menjadi barista alias penyaji kopi. Kariernya kemudian adalah coffee master. Kini Mirza satu-satunya coffee ambassador ahli kopi di Indonesia. Sebagai coffee ambassador, lidahnya piawai membedakan jenis-jenis kopi dari seluruh penjuru dunia. Untuk menjaga kemampuan lidah, setiap hari ia juga melakukan tes rasa beragam kopi. Yang tak kalah penting, keterampilan menghidangkan kopi tetap dikuasai. Harap mafhum menyajikan kopi bukan sekadar menyeduh bubuk kopi dengan air panas. Di Starbucks warung kopi asal Seattle, Amerika Serikat, misalnya, kopi dihidangkan dengan sederet aturan yang ketat. Tujuannya agar kopi yang disajikan benar-benar lezat. Contoh untuk mensteam susu, suhunya harus 140°C. Kemudian dalam waktu 10 detik, kopi harus dituang dari toggle sampai semacam sendok. Jika lebih sedetik pun, kopi harus dibuang . Aturan itu benar-benar tak bisa diajak kompromi. Maraknya kedai kopi 2 tahun terakhir di Indonesia boleh jadi mendongkrak konsumsi biji tanaman asal Kaffa, Ethiopia. Sebagai produsen besar, konsumsi kopi Indonesia memang terbilang rendah, hanya 0,5 kg per kapita per tahun. Bandingkan dengan Finlandia atau Belanda yang masing-masing 22 kg dan 18 kg.

Beragam menu

Starbucks yang hadir di Indonesia 2 tahun silam kini beranak pinak. Menurut Manajer Hubungan Masyarakat PT Sari Coffee Indonesiapengelola Starbucks di Indonesia Kiki Soewarso saat ini terdapat 28 gerai. Dari jumlah itu 22 di antaranya terdapat di Jakarta. Lainnya tersebar di Medan, Bandung, Surabaya, dan Bali. Padahal semula hanya ada sebuah gerai pada tahun pertama berdiri. Lalu setahun berikutnya berbiak menjadi 15 gerai. Total jenderal gerai Starbucks di dunia 6.000 buah. Gerai kopi asing lain yang hadir di sini antara lain Caswell’s, Coffee Bean and Tea Leaf, dan Segafredo. -Sedangkan Bakoel Koffie kini membuka 6 gerai di Jakarta. Empat di antaranya di Jakarta Selatan. “Jakarta Selatan dipilih karena komunitas Jepang banyak tinggal di Kebayoran Baru untuk membangkitkan memori,” ujar Hendra. Maksudnya ketika kakek buyutnya dulu berniaga kopi, masyarakat Jepang salah satu konsumennya. Ketika Mitra usaha tani menyambangi gerai Bakoel Koffie di Barito, Kebayoran Baru, pengunjung terus mengalir. Di sana mereka dapat mencicipi setidaknya 40 ragam minuman berbahan kopi. Espresso campana yang masih tersisa manis susu, black coffee yang hitam pekat tanpa gula, atau coffee latte beberapa menu yang tersedia. Pengunjung dapat memodifikasi minuman yang dipesan. Misalnya, dengan mengurangi kadar kemanisan. Starbucks yang berdiri pada 1971 malah menyediakan 100-an menu kopi. Salah satu andalannya adalah espresso macchiato yang permukaan atasnya diberi busa susu. Rasanya pahit-pahit manis. Memang seperti peribahasa de gustibus non disputandum est. Soal selera tak dapat diperdebatkan. Jadi sah-sah saja konsumen memilih kopi sesuai selera masing-masing. Para konsumen gerai-gerai itu adalah penikmat kopi dari golongan menengah atas yang bekerja di sektor modem. Di beberapa gerai Starbucks para penikmat kopi dapat mengakses internet nirkabel. Zaman terus berubah, pun kebiasaan ngopi yang kini mengalami evolusi. “Sekarang kapan pun bisa minum kopi,” ujar Kiki Soewarso yang juga pecandu kopi. Namun, bukan di rumah atau di warung kumuh sembari jegang. Secangkir kopi diseruput di ruang berpendingin yang resik bersama rekan bisnis.

Menjaga kualitas dan mutu kopi

suasana di gerai kopiKelezatan kopi berawal dari pemilihan coffee cherry alias biji kopi utuh. Gerai-gerai kopi umumnya hanya menyediakan kopi arabika yang khas. Biji-biji kopi hasil panen dari berbagai wilayah dimasukkan mesin pengupas. Di Taiwan kulit kopi yang merah itu dimanfaatkan sebagai minuman layaknya wine. Hilangnya kulit menyisakan mucilage alias lendir menyelimuti biji. Untuk menghilangkannya, biji direndam dalam air bersih selama 12 sampai 48 jam. Setelah tiris biji tanaman anggota famili Rubiaceae itu dijemur di bawah matahari. Setiap hari selama sepekan biji dibolak-balik dengan alat khusus. Setelah itu biji masuk mesin hulling untuk mengilangkan parchmen alias batok kopi yang keras. Silver skin lalu dihilangkan, kini muncullah coffee beans alias biji kopi. Tunggal Starbucks hanya mengambil biji berdiameter 6 sampai 8 mm. Sortir dilakukan dengan mesin ayakan. Ada ayakan khusus untuk mendapatkan peabery alias kopi tunggal. Lazimnya sebuah biji kopi terdiri atas 2 belahan. Harga yang berbiji tunggal jauh leb;‘-mahal karena amat langka, harvyg* 5% dari total panen. “Rasanya lebih heavy,” ujar Mirza Luqman Effendv. coffee ambassador. Biji kernbah disorrrf manual. Setelah itu barulah biji kopi disangrai di atas suhu 250°C selama 12 sampai 16 menit. Kopi sangrai itulah yang dikirim ke berbagai gerai Starbucks termasuk di Indonesia. Meski biji kopi berasal dari Sulawesi atau Sumatera sekali pun, harus melewati sortir di Seattle, Amerika Serikat. Tujuannya untuk menyeragamkan mutu. Menurut Mirza Luqman Effendy kopi arabica masih ada acidity atau keasaman; robusta, tak ada. Itulah karakter yang dapat diterjemahkan sebagai sensasi di bawah dan tepi langit-langit mulut. Aroma yang membangkitkan selera menambah kenikmatan ngopi di bawah langit-langit mulut. Menurut Mirza aroma bisa bernuansa bunga atau kacang. Rasa merupakan perpaduan keasaman dan aroma yang menimbulkan sensai tersendiri.