Guppy: Kepuasan dari Sang Liliput

  • 5 min read

Guppy-guppy miliknya memang menawan hati. Dengan corak indah dan proporsi tubuh sempurna, pantaslah jika gelar juara kerap diraih. Keelokan itu hasil rawatan tangan dingin pria asal Tegal ini. Kiprahnya di dunia guppy belum genap seumur jagung, tapi prestasinya patut diacungi jempol. Buktinya deretan piala memenuhi rumah dan farmnya di Bekasi, Jawa Barat. Kesibukan sebagai pengusaha laser film tidak menghalangi kegemarannya memelihara ikan mungil itu. Sebuah rumah tipe-21 sengaja disediakan khusus untuk penangkaran guppy. Akuarium-akuarium dalam 3 ukuran berbeda disusun bertingkat, bersanding dengan deretan piala dari berbagai kontes. “Memelihara guppy tidak semudah yang dibayangkan orang. Perlu teknik-teknik tertentu agar ikan yang dihasilkan berkualitas bagus. Itulah kepuasan buat saya,” ujar Suryo. Kepuasan itulah yang menuntun alumnus Akademi Grafika Jakarta itu untuk menangkarkan ikan bercorak unik dan kontras.

Sejak kecil

Sebetulnya kecintaan suami Lidya Sutanto pada guppy sudah ada sejak lama. Saat kelas 4 SD Suryo kecil sudah bisa mencari tambahan uang jajan dari berjualan guppy. Jika anak-anak lain sibuk bermain sepulang sekolah, ia lebih banyak berkutat di kolam-kolam pembiakan guppy. Waktu itu jenis-jenisnya masih yang umum di pasaran, seperti strain tricolour. Kegiatan berjualan guppy terus berlanjut hingga SMP. Sayang hobi itu harus ditinggalkan lantaran kesibukan studi di Yogyakarta dan Jakarta. Praktis kerinduan hanya disalurkan lewat buku atau majalah yang memuat artikel tentang ikan. Pada 2003 kehausan itu bak menemukan oasenya. Sejak menetap dan membuka usaha di Bekasi, guppy mulai ditekuni lagi. Enam akuarium ukuran 1 m x 50 cm x 40 cm digunakan untuk memelihara 6 pasang indukan red blondy. Indukan dibeli dari hobiis lain dengan harga Rp 100.000 sepasang. Dalam waktu 6 bulan, indukan beranak-pinak menjadi ratusan ekor. Suryo termasuk hati-hati memilih indukan. Asal-usul dan penangkarnya harus diketahui pasti. Pasalnya, banyak kasus secara fisik ikan mempesona tapi secara genetis kualitasnya sudah bercampur baur. “Padahal, suatu kepuasan kalau kita bisa menghasilkan guppy berkualitas bagus,” ujar Suryo.

Kehabisan Stok

Karena prinsip itu tidak heran jika peliharaannya berhasil masuk nominasi Indofish 2003. Padahal, itulah kali pertama sang klangenan berlaga di kontes. Hasil itu membuat Suryo makin bersemangat memelihara. Sayang belum genap 6 bulan, musibah datang mengguncang. Kandungan klorin berlebih dari air PAM memusnahkan 500 indukan dan anakan red blondy. Sebagian besar sudah mencapai size M dan siap dijual. Kapok dengan peristiwa serupa, pria berusia 35 tahun itu pun menciptakan alat sirkulasi khusus. Sebuah drum dimodifikasi menjadi sistem filter dan sirkulasi. Bagian dalam diisi busa dan karbon aktif untuk mengatasi klorin. Alat itu masih ditambah dengan 2 bak plastik besar untuk menampung hasil penyaringan. Sebelum digunakan air terus disirkulasi selama 48 jam. Alat itu lumayan ampuh. Buktinya awal 2004 Suryo sudah bergelut lagi dengan guppy. Kali ini 2 jenis baru diimpor dari Amerika Serikat (AS), variegated snake skin albino dan full red albino. Masing-masing 15 ekor. Namun sayang, hasil tangkaran breeder AS itu ternyata sulit diternak. Pemberian pakan dan kualitas air ditengarai menjadi penyebab. Alhasil jumlah anakan yang diperoleh pun sedikit. Kesulitan tidak menyurutkan langkah ayah Bona Ventura Suryo itu. Alat sirkulasi semakin disempurnakan. Jika awalnya air hanya disirkulasi selama 24 jam, sekarang ditambah menjadi 48 jam. Hingga akhirnya cara itu terbukti paling manjur mengatasi masalah air. Jenis baru pun kembali didatangkan dan coba diperbanyak. Asalnya dari luar dan lokal.

Koleksi pilihan

[caption id=“attachment_7754” align=“alignleft” width=“218”]Suryo Subroto Suryo Subroto, terpesona pada guppy[/caption] Sampai saat ini ada 10 strain yang dipelihara. Rata-rata jenis yang jarang beredar di pasaran alias koleksi pilihan. Sebut saja black moscow ribbon, platinum albino, full gold albino, red gold, red mozaik albino, atau white tuxedo albino. Dari semula hanya 3 sampai 10 pasang, sekarang berkembang biak menjadi ratusan ekor. Dari 6 akuarium bertambah menjadi 30 akuarium pemeliharaan ukuran 1m x 50cm x 40cm, 16 akuarium ukuran 50cm x 50cm x 40cm, dan 16 akuarium ukuran 30cm x 20cm x 25cm. Suryo sengaja menggunakan akuarium, bukan kolam seperti hobiis lain. Alasannya akuarium memudahkan pengontrolan keadaan si ikan. Jika ada satu yang mulai sakit, isolasi mudah dilakukan. Di kolam wabah penyakit baru diketahui setelah terjadi kematian massal. Dalam sebulan alumnus SMA De Brito Yogyakarta itu menghabiskan Rp700.000 sampai Rp800.000 untuk biaya operasional. Itu sudah termasuk biaya tenaga kerja dan pakan. Konsumen yang datang beragam. Mulai dari kolektor yang membeli eceran, hingga pedagang yang memborong dalam partai besar. Dalam sebulan Suryo bisa melepas 300 anakan guppy. Dari jumlah itu 70% masuk kualitas kontes, sisanya kualitas biasa. Harga bervariasi, mulai Rp5.000 hingga Rp 100.000 per ekor. Di antara semuanya, red mozaik albino dan red gold albino menjadi favorit. Pasalnya kedua jenis ini terkenal sulit ditangkarkan. Daya fertilitas kurang, anakan sedikit, rentan terhadap penyakit, dan pertumbuhan lambat menjadi penyebab utama. Keberhasilan menangkarkan menjadi kebanggaan tersendiri bagi anggota Indo Guppy Indonesia itu.

Rajai kontes

Di sela-sela kesibukannya menjalankan bisnis, lelaki kelahiran April 1969 itu selalu menyempatkan diri untuk menengok ikan-ikannya. Walaupun mata baru terpejam selepas pukul 3 dinihari, esok harinya selalu ada waktu untuk mengontrol farm yang letaknya tidak jauh dari tempat tinggalnya. Jika Minggu, waktu yang dihabiskan bisa sampai berjam-jam. Tidak ada yang luput diperiksa. Mulai dari kesehatan sampai pertumbuhan liliput itu. Kesibukan bertambah menjelang kontes. Seminggu sebelum hari H persiapan sudah dimulai. Ikan yang akan bertanding diisolasi agar mudah dikontrol. Jika pertumbuhannya lambat langsung dipacu dengan pakan khusus. Untuk soal ini Suryo tak canggung turun tangan sendiri. Berbeda dengan ikan hias lain, guppy terkenal rumit pemeliharaannya. Jika terlalu banyak pakan, tubuh memang cepat membesar. Namun, efeknya tubuh cepat bongkok dan tidak bisa dipakai lagi di kontes. Karena itulah dosis dan jenis pakan menjadi perhatian khusus bagi Suryo. Boleh dibilang sulung dari 2 bersaudara itu tidak pernah absen mengirimkan hasil tangkarannya ke kontes. Hasilnya bisa dilihat. Hampir di semua kelas ikannya selalu meraih kursi juara. Paling anyar, platinum tuxedonya berhasil meraih grand champion di Sumenep, Jakarta. Semua kerja keras dan keletihan seakan terbayar lunas saat piala tergenggam di tangan. Bagi seorang Suryo Subroto, itulah pembuktian dirinya sebagai seorang breeder guppy.