Pramote Rojruangsang Sang Penghulu Aglaonema

  • 4 min read

Aglaonema berumur 3 tahun itu menghias sudut-sudut istana kesultanandi Bandarseribegawan, ibukota Brunei Darussalam. Ada yang merah darah berbercak hijau dan bertangkai putih. Yang lain, daun kuning cerah berbentuk hati dan merah muda berhias bercak hijau tua di tepinya. Aglaonema-aglaonema itu menjadi kesayangan Sultan Hasanah Bolkiah. Itulah salah satu hasil silangan Pramote Rojruangsang. [Tanaman hias](http://localhost/mitra/Tanaman Hias “Tanaman hias”) anggota famili Araceae produksi Pramote memang dikenal bermutu. Wajar jika kolektor tanaman hias di Bangkok, Thailand, rela merogoh kocek 1 -juta baht setara dengan Rp200-juta untuk aglaonema setinggi 20 cm. Penampilannya elok, daun berbentuk lanset, kompak, dan berwarna merah cerah.

Aglaonema Jawara kontes

[caption id=“attachment_7933” align=“alignleft” width=“287”]Aglaonema juara Aglaonema juara balang thong tunggal[/caption] Di Thailand, Pramote tersohor sebagai pencetak aglaonema-aglaonema indah. Hasil tangkarannya banyak merebut juara di berbagai kontes bergengsi. Kontes tanaman hias tahunan di Suan Luang, Bangkok, pada Desember 2003, misalnya, dari 17 kelas yang dipertandingkan 5 gelar berhasil digondol tangkaran Pramote. Penampilannya sempurna. Lihat saja juara kelas khan khaw x chaw wang tunggal, khan khaw x chaw wang majemuk, dan balang thong tunggal. Daun mulus, kompak, batang pendek, simetris, dan tersusun rapi. Motif dan warna daun cerah sangat kontras. Dengan mudah mereka menyisihkan pesaing-pesaingnya. Prestasi itu yang membuat aglaonema milik sulung 2 bersaudara itu diincar hobiis dari segala penjuru dunia, termasuk Indonesia. Salah satu di antaranya Leman dari Jakarta Utara, hampir 2 bulan sekali menyambangi Unyamanee Garden, nurseri milik Pramote. Alasannya hasil silangan Pramote bercorak unik, beragam, dan warna cerah. Selain itu setiap bulan kebun yang berlokasi di Klongluang, Pathumtani, itu selalu menyuguhkan jenis yang berbeda. Untuk menyilangkan kerabat talas itu Pramote dibantu saudara iparnya, Piya Subhaya Achin. Dari persilangan itu ia menghasilkan lebih dari 5.000 bibit tiap tahun. Tanaman berdaun merah amat mendominasi. “Konsumen di Thailand menyukai aglaonema berdaun merah karena dianggap membawa keberuntungan. Pun importir dari Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, Filipina, dan Indonesia,” ujar Pramote. Pasar ekspor memang jadi bidikan utama Pramote. Hampir 3.000 tanaman silangannya dikirim ke mancanegara setiap bulan. Kecintaannya terhadap tanaman hias mengantarkan Pramote menjadi eksportir besar aglaonema di Thailand.

Berburu aglaonema sampai ke hutan

Tanaman hias bukan barang baru bagi Pramote. Sejak berumur 15 tahun, pria kelahiran 1955 itu sudah hobi merawat anggrek. Berbagai macam anggrek dikoleksinya. “Saya suka anggrek karena bunganya cantik dan berwarna-warni,” ucapnya. Anggrek bukan satu-satunya tanaman hias yang diakrabi. Halaman rumah orang tuanya juga dipenuhi beragam philodendron, agave, dan sanseviera. Rupanya hobi mengumpulkan tanaman hias diturunkan dari sang ayah. Pramote kecil sering menemani ayahnya berburu tanaman di hutan-hutan. Menginjak usia 20-an Pramote beralih ke tanaman hias daun. Namun yang dikoleksi kebanyakan tanaman mutasi seperti jenis variegata dan kristata. Perburuan tanaman unik dimulai. Selain mendatangi kebun-kebun di seluruh pelosok Thailand ia juga menjelajah hutan. Di sana pula awal perkenalan Pramote dengan aglaonema. Satu demi satu aglaonema spesies dikumpulkan. “Motifnya eksotis dan bervariasi,” ucap pria berkacamata itu. Warna-warni Chinese ever green sebutan aglaonema dalam bahasa Cina hibrida membuat Pramote makin kepincut dengan aglaonema. Agave dan anthurium koleksinya disingkirkan diganti dengan aneka aglaonema. Ribuan aglaonema kemudian memadati pekarangan rumahnya seluas 3.000 m2.

Laku dipasaran

[caption id=“attachment_7934” align=“alignleft” width=“294”]aglaonema aglaonema juara khan khaw x chaw wang tunggal[/caption] Koleksi bejibun tak juga memuaskan Pramote. Maka ia pun menyilang-nyilangkan untuk mendapatkan jenis baru. “Ternyata menghasilkan aglaonema bagus tak gampang. Dari 5 bibit paling banter dapat 1 tanaman cantik,” ungkapnya. Saat itu Pramote kurang memperhatikan kualitas indukan. Dari kegagalan itulah ia belajar banyak soal teknik penyilangan. Kini ia banyak menggunakan aglaonema dari hutan dan variegata sebagai indukan sehingga menghasilkan generasi bercak-bercak seperti variegata. Pramote banyak menjual tanamannya dalam bentuk bibit berdaun 2—3 helai dan tinggi 5—10 cm. Meski kecantikannya belum muncul bibit-bibit itu ludes diburu kolektor. Apalagi yang jenisnya bagus, hobiis rela merogoh kocek dalam-dalam. Harga bibit itu berkisar dari ratusan ribu rupiah hingga ratusan juta rupiah. Tak melulu tanaman berukuran mini yang laku, pun bijinya. Beberapa hobiis berani membeli sebutir biji aglaonema seharga^p2-juta, setelah melihat sosok tanaman induk. Kolektor itu berharap kelak anak ratu tanaman hias itu bisa secantik induknya. Itu juga yang dilakukan raja Brunei Darussalam kala memboyong aglaonema ke istananya.